Selasa, 21 Desember 2010

KEBAIKAN HIJRAH

Saudaraku,
Umat Islam di seluruh dunia selalu beranggapan hijrah adalah titik tolak perubahan dalam kehidupan. Ia tidak hanya diberikan makna sekedar bagian sejarah Rasulullah Muhammad SAW. Tetapi juga memilki makna perubahan hidup menuju kepada kebaikan. Hijrah pada generasi sekarang merupakan perubahan prestatif seorang muslim.  Karena itu pula seseorang yang benar-benar memahami kekuatan hijrah pasti bukanlah seorang muslim yang putus asa terhadap kepayahan yang dialami. Ia juga bukanlah seseorang yang meninggalkan Allah karena beban dunia yang terasa sangat berat.

Berikut ini adalah sebuah cerita yang akan menggugah kita untuk memahami makna hijrah yang sesungguhnya. Abdul Wahid bin Zaid suatu ketika pernah berkata, "Ketika itu kami naik perahu, angin kencang berhembus menerpa perahu kami, sehingga kami terdampar di suatu pulau. Kami turun ke pulau itu dan mendapati seorang laki-laki sedang menyembah patung."

Kami berkata kepadanya, "Di antara kami, para penumpang perahu ini tidak ada yang melakukan seperti yang kamu perbuat."

Dia bertanya, "Kalau demikian, apa yang kalian sembah?"

Kami menjawab, "Kami menyembah Allah."

Dia bertanya, "Siapakah Allah?"

Kami menjawab, "Zat yang memiliki istana di langit dan kekuasaan di muka bumi."

Dia bertanya, "Bagaimana kamu bisa mengetahuinya?"

Kami jawab, "Zat tersebut mengutus seorang rasul kepada kami dengan membawa mukjizat yang jelas, maka rasul itulah yang menerangkan kepada kami mengenai hal itu."
Dia bertanya, "Apa yang dilakukan oleh rasul kalian?"

Kami menjawab, "Ketika beliau telah tuntas menyampaikan risalah-Nya, Allah SWT mencabut rohnya, kini utusan itu telah meninggal."

Dia bertanya, "Apakah dia tidak meninggalkan sesuatu tanda kepada kalian?"

Kami menjawab, "Dia meninggalkan kitabullah untuk kami."

Dia berkata, "Coba kalian perlihatkan kitab suci itu kepadaku!"

Kemudian, kami memberikan mushaf kepadanya.

Dia berkata, "Alangkah bagusnya bacaan yang terdapat di dalam mushaf itu."

Lalu, kami membacakan beberapa ayat untuknya. Tiba-tiba ia menangis, dan berkata, "Tidak pantas Zat yang memiliki firman ini didurhakai." Maka, kemudian ia memeluk Islam dan menjadi seorang muslim yang baik.

Selanjutnya, dia meminta kami agar diizinkan ikut serta dalam perahu. Kami pun menyetujuinya, lalu kami mengajarkan beberapa surah Alquran. Ketika malam tiba, sementara kami semua tidur, tiba-tiba dia bertanya, "Wahai kalian, apakah Zat yang kalian beri tahukan kepadaku itu juga tidur?"

Kami menjawab, "Dia hidup terus, Maha Mengawasi dan tidak pernah mengantuk atau tidur."

Dia berkata, "Ketahuilah, adalah termasuk akhlak yang tercelabilamana seorang hamba tidur nyenyak di hadapan tuannya." Dia lalu melompat, berdiri untuk mengerjakan salat. Demikianlah, kemudian ia qiamullail (salat malam) sambil menangis hingga dating waktu subuh.

Ketika sampai di suatu daerah, aku berkata kepada kawanku, "Laki-laki ini orang asing, dia baru saja memeluk Islam, sangat pantas jika kita membantunya."

Mereka pun bersedia mengumpulkan beberapa barang untuk diberikan kepadanya, lalu kami menyerahkan bantuan itu kepadanya. Seketika saja ia bertanya, "Apa ini?"

Kami jawab, "Sekadar infak, kami berikan kepadamu."

Dia berkata, "Subhanallah, kalian telah menunjukkan kepadaku suatu jalan yang kalian sendiri belum mengerti. Selama ini aku hidup di suatu pulau yang dikelilingi lautan, aku menyembah zat lain, sekalipun demikian dia tidak pernah menyia-nyiakan aku … maka bagaimana mungkin dan apakah pantas Zat yang aku sembah sekarang ini, Zat Yang Maha Mencipta dan Zat Maha Memberi rezeki akan menelantarkan aku?"

Setelah itu dia pergi meninggalkan kami. Beberapa hari kemudian aku mendapat kabar bahwa ia dalam keadaan sekaratul maut. Kami segera menemuinya, dan ia sedang dalam detik-detik kematian. Setiba di sana aku ucapkan salam kepadanya, lalu bertanya, "Apa yang kamu inginkan?"

Dia menjawab, "Keinginan dan harapanku telah tercapai pada saat kalian datang ke pulau itu, sementara ketika itu aku tidak mengerti kepada siapa aku harus menyembah."

Kemudian, aku bersandar pada salah satu ujung kainnya untuk menenangkan hatinya, tiba-tiba saja aku tertidur. Dalam tidurku aku bermimpi melihat teman yang di atasnya terdapat kubah di sebuah kuburan seorang ahli ibadah. Di bawah kubah terdapat tempat tidur sedang di atasnya nampak seorang gadis sangat cantik. Gadis itu berkata, "Demi Allah, segeralah mengurus jenazah itu, aku sangat rindu kepadanya." Maka, aku terbangun dan aku dapati orang tersebut telah mati. Lalu aku mendikan dan kafani jenazah itu.

Pada malam harinya, saat aku tidur, aku memimpikannya lagi. Aku lihat ia sangat bahagia, didampingi seorang gadis di atas tempat tidur di bawah kubah sambil menyenandungkan firman Allah, "(Sambil mengucapkan), 'Salamun 'alaikum bima shabartum.' Maka, alangkah baiknya tempat kesudahan itu" (Ar-Ra'd: 24).

Itulah yang disebut hijrah sauadraku! Jika Anda meninggalkan keburukan untuk sebuah kebaikan yang disukai Allah, maka itulah hijrah yang harus selalu Anda jaga setiap saat. Semoga Allah selalu menolong kita, saudaraku!

Senin, 13 Desember 2010

INDAHNYA KEJUJURAN

Saudaraku,...
Al-Qadhi Abu Bakar Muhammad bin Abdul Baqi bin Muhammad Al-Bazzar al-Anshari pernah berkata berkata, "Dulu, aku pernah berada di Makah. Suatu hari aku merasakan sangat lapar. Aku tidak mendapatkan sesuatu yang dapat menghilangkan laparku. Tiba-tiba aku menemukan sebuah kantong dari sutera dan diikat dengan kaos kaki yang terbuat dari sutera pula. Ketika aku membuka, ternyata di dalamnya terdapat sebuah kalung permata yang tidak pernah aku lihat sebelumnya."

"Kemudian, aku keluar rumah, dan saat itu ada seorang bapak tua yang berteriak mencari kantongnya yang hilang sambil memegang kantong kain yang berisi uang lima ratus dinar. Dia mengatakan, 'Ini adalah hadiah bagi orang yang mau mengembalikan kantong sutera yang berisi permata.' Aku berkata kepada diriku, 'Aku sedang membutuhkan, aku ini sedang lapar. Aku bisa mengambil uang dinar emas itu untuk aku manfaatkan dan mengembalikan kantong sutera ini kepadanya.' Maka, aku membawanya ke rumahku. Setibanya di rumah, dia menceritakan kepadaku ciri kantong sutera itu, ciri-ciri kaos kaki pengikatnya, cirri-ciri permata dan jumlahnya, berikut benang yang mengikatnya. Maka, aku mengeluarkan dan memberikan kantong itu kepadanya, dan dia pun memberikan untukku lima ratus dinar, tetapi aku tidak mau mengambilnya. Aku katakan kepadanya, 'Memang seharusnya aku mengembalikannya kepadamu tanpa mengambil upah untuk itu.' Ternyata dia bersikeras, 'Kau harus mau menerimanya,' sambail memaksaku terus-menerus. Aku tetap pada pendirianku, tidak mau menerima. Akhirnya, bapak tua itu pun pergi meninggalkanku."

"Adapun aku, beberapa waktu setalah kejadian itu, aku keluar dari kota Mekah dan berlayar dengan perahu. Di tengah laut perahu tumpangan itu pecah, orang-orang semua tenggelam dengan harta benda mereka. Tetapi aku selamat dengan menumpang potongan papan dari pecahan perahu itu. Untuk beberapa waktu aku tetap berada di laut, tak tahu ke mana hendak pergi."

"Akhirnya aku tiba di sebuah pulau yang berpenduduk. Aku duduk di dalam salah satu masjid mereka sambil membaca ayat-ayat Alquran. Ketika mereka tahu bagaimana aku membacanya, tidak seorang pun dari penduduk pulau tersebut kecuali dia datang kepadaku dan mengatakan, 'Ajarkanlah Alquran kepadaku.' Aku penuhi permintaan mereka. Dari mereka aku mendapat harta yang banyak. Di dalam masjid aku menemukan bebarapa lembar mushaf, aku mengambil dan mulai membacanya. Lalu mereka bertanya, 'Kau bisa menulis?' 'Ya'. Mereka berkata, 'Kalau begitu, ajarilah kami menulis.' Mereka pun datang dengan anak-anak dan para remaja mereka. Aku ajari mereka tulis-menulis. Dari itu, aku juga mendapat banyak uang. Setelah itu mereka berkata, 'Kami mempunyai seorang putri yatim, dia mempunyai harta yang cukup. Maukah kau menikahinya?' Aku menolak. Tetapi, mereka terus mendesak, 'Tidak bisa, kau harus mau.' Akhirnya aku menuruti keinginan mereka juga."

"Ketika mereka membawa anak perempuan itu ke hadapanku, aku pandangi dia. Tiba-tiba aku melihat kalung permata yang dulu pernah aku temukan di Mekah melingkar di lehernya. Tidak ada yang aku lakukan saat itu, kecuali hanya terus memperhatikan kalung permata itu. Mereka berkata, 'Sungguh kau telah menghancurkan hati perempuan yatim ini. Kau hanya memperhatikan kalung itu dan tidak memperhatikan orangnya.' Maka, saya ceritakan kepada mereka kisah saya dengan kalung tersebut. Setelah mereka tahu, mereka meneriakkan tahlil dan takbir hingga terdengar oleh penduduk setempat. 'Ada apa dengan kalian?' kataku bertanya. Mereka menjawab, 'Tahukah engkau, bahwa orang tua yang mengambil kalung itu darimu saat itu adalah ayah anak perempuan ini.' Dia pernah mengatakan, 'Aku tidak pernah mendapatkan seorang muslim di dunia ini (sebaik) orang yang telah mengembalikan kalung ini kepadaku.' Dia juga berdoa, 'Ya Allah, pertemukanlah aku dengan orang itu hingga aku dapat menikahkannya dengan puteriku.' Dan, sekarang sudah menjadi kenyataan."

"Aku mulai mengarungi kehidupan bersamanya dan kami dikaruniai dua orang anak. Kemudian, istriku meninggal, dan kalung permata itu menjadi harta pusaka untukku dan untuk kedua anakku. Tetapi, kedua anakku itu meninggal juga, hingga kalung permata itu jatuh ke tanganku. Lalu, aku menjualnya seharga seratus ribu dinar. Dan, harta yang kalian lihat ada padaku sekarang ini adalah sisa dari seratus ribu dinar itu."

Saudaraku, ....
Sekali lagi cerita ini menunjukkan kepada kita betapa kekuatan kebaikan jauh lebih besar dari apa yang pernah dipikirkan oleh manusia. Seorang manusia selayaknya tidak perlu berpikir panjang untuk berlaku jujur, apakah akan menguntung secara finansial atau tidak. Selama di dalam setiap pikiran masih terlintas untuk mengatakan kejujuran, maka cukuplah itu menjadi dorongan bagi kita untuk senantiasa berlaku jujur. Allah bukanlah Dzat yang tuli dan tidak memperhatikan kebaikan para hamba-Nya. Jika kita sebentar saja mampu menegakkan kejujuran, entak esok hari atau beberapa tahun kemudian Allah SWT akan memberikan kebaikan kepada kita jauh melebihi dari apa yang pernah kita bayangkan sebelumnya.

Selasa, 30 November 2010

MENJADI MUSLIM DERMAWAN

Saudaraku,
Kehidupan di dunia ini bukanlah sebuah sandiwara yang dapat ditentukan dan dipilih sesuka hati peranan apa yang musti dimainkan. Seorang pemain sandiwara yang hebat bukanlah karena ia memainkan peranan utama dalam pertunjukannya, tetapi karena ia  memberiikan kontribusi bagi suksesnya pentas sandiwara secara keseluruhan.  Tetapi jika seorang pemain sandiwara senang berkeluh kesah dengan peran yang dimainkan, maka pertunjukannya akan terlihat buruk.

Demikian pula dengan kehidupan di dunia. Sungguh manusia tidak memiliki kuasa untuk menentukan takdir bagi dirinya sendiri. Apa yang ditentukan oleh Allah bagi manusia, harus mampu diberdayakan oleh dirinya sendiri sebagai kekuatan dalam kehidupannya. Ketentuan yang menetapkan kondisi social yang berbeda-beda diantara makluk-Nya sepatutnya tidak membuat manusia berkeluh kesah tentang beban kehidupan yang dipikulnya.  

Allah SWT telah berfirman, "Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat haluu'a (keluh kesah lagi kikir). Apabila ia ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir. Kecuali, orang-orang yang mengerjakan salat. Yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya. Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)." (QS. Al-Ma'aarij: 19-25).

Ayat ini menerangkan kecenderungan manusia bersikap haluu'a. Apakah itu? Ia ditafsirkan dengan arti sebuah perangai buruk yang suka berkeluh kesah lagi kikir. Ketika ia tertimpa kesulitan, hatinya terasa sempit, goncang, dan mudah berputus asa. Ketika beroleh nikmat dan kebaikan, ia bersikap kikir. Yaitu, kikir dari hak Allah dan kikir dari hak sesama.

Tentu tidak semua manusia berperilaku demikian. Seorang muslim semestinya tidak haluu'a, mengapa? Karena, seorang muslim itu ajeg menjaga salatnya. Dengan salat, hati menjadi tenteram. Juga, dengan salat perbuatan keji dan mungkar dapat ditahan. Maka, seorang mukmin yang salatnya ajeg dan benar, ia tidak gampang berkeluh kesah. Karena, kesulitan atau kemudahan baginya mengandung hikmah. Sebagian sahabat bahkan memandang kesulitan sebagai nikmat, seperti perkataan Abu Dzar al-Ghifari, "Miskin lebih aku sukai daripada kaya, dan sakit lebih aku sukai daripada sehat."

Seorang muslim semestinya tidak haluu'a, mengapa? Karena, seorang mukmin menyadari pada hartanya ada hak bagi orang yang meminta (as-sail) dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (al-mahruum). "Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa." As-sail adalah orang yang meminta. Terhadap orang semacam ini terdapat hak bagi dia, seperti dalam sabda Rasulullah saw., "Bagi orang yang meminta-minta terdapat hak, meskipun ia datang mengendarai kuda." (HR Abu Dawud dari hadis Sufyan ats-Tsauri, dalam riwayat lain disandarkan kepada Ali bin Abu Thalib).

Adapun al-mahrum, seperti didefinisikan Ibnu Abbas, adalah orang yang bernasib buruk. Ia tidak memiliki bagian dalam baitul mal, tidak memiliki pendapatan, dan tidak memiliki pekerjaan yang dapat menopang. Rasulullah pernah bersabda, "Orang miskin bukanlah orang yang keliling dan engkau memberinya sesuap atau dua suap makanan dan sebutir atau dua butir kurma, akan tetapi orang miskin adalah orang yang tidak memiliki kekayaan yang mencukupinya sedangkan orang lain tidak mengetahuinya sehingga bersedekah kepadanya." (HR Bukhari dan Muslim).

Jadi, seorang muslim semestinya dermawan, tidak kikir dan tidak bakhil. Karena, seorang muslim senantiasa merenungkan ayat-ayat Allah, seperti dalam ayat berikut.
“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: 'Ya Rabku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh." (QS. Al-Munafiqun: 10).

Suatu ketika Rasulullah saw. bertanya kepada para sahabatnya, "Manakah yang lebih kalian cintai: harta ahli waris atau harta sendiri?" Mereka menjawab, "Wahai Rasulullah, tentu tidak seorang pun di antara kita kecuali lebih mencintai hartanya sendiri." Rasulullah meneruskan, "Sesungguhnya harta seseorang ialah apa yang telah ia gunakan, dan harta ahli waris adalah apa yang belum ia gunakan." (HR Bukhari).

Abu Bakar al-Jazairi menceritakan sebuah kisah yang mengagumkan di dalam Minhajul Muslim Dikisahkan bahwa Ibunda Aisyah r.a. mendapat kiriman uang sebanyak 180.000 dirham dari Muawiyah bin Abi Sufyan. Oleh beliau uang itu disimpan di mangkuk dan dibagikan kepada manusia hingga tak tersisa. Pada sore harinya, Aisyah berkata kepada budak wanitanya, "Antarkan makanan berbuka untukku." Budak wanita tersebut menghidangkan roti dan minyak kepada Aisyah. Beliau berkata kepada budak, "Mengapa engkau tidak mengambil uang satu dirham dari uang yang aku bagikan tadi buat membeli daging untuk buka puasa kita?" Budak tersebut menjawab, "Jika engkau mengingatkanku sejak tadi, aku pasti melakukan."

Dalam kekiniian, betapa banyak kita temukan dua tipe masusia di atas. Tipe orang muskin meminta-minta karena kondisi memaksa, juga tipe orang yang tidak memiliki kekayaan, penghasilan, pekerjaan, namun ia enggan untuk meminta. Terhadap tipe pertama, akan lebih mudah bagi kita untuk mengetahuinya, namun terhadap tipe kedua, diperlukan sedikit perhatian untuk mengetahuinya. Di sinilah perlunya sikap peka terhadap lingkungan. Budaya modernisme sering berdampak pada menjadikan orang berperilaku egois, tidak mengenal tetangga, tidak mengenal lingkungan. Setiap hari ia makan enak, namun ia tidak mengetahui bahwa orang-orang di sekitarnya tengah kelaparan.

Terlebih al-mahrum, tidak mesti mereka kelompok marginal yang tidak mampu bekerja. Kadang mereka kelompok profesional yang tidak tertopang situasi dan sarana yang mendukung untuk bekerja, seperti tidak adanya lapangan pekerjaan atau tertimpa bencana perang. Dalam konteks ini, perlu aktualisasi kedermawanan bagi muslim yang "kuat", tentu tidak sekadar berpikir memberi ikan, melainkan harus juga berpikir bagaimana memberi kail.

Saudaraku,…
Semoga kita mampu memperoleh kebahagiaan dan kesenangan berbuat kebajikan terhadap sesama manusia. Amiin!


Rabu, 24 November 2010

MENEGAKKAN KEADILAN


Saudaraku,...
Keadilan adalah kata-kata yang paling sering dikeluhkan banyak orang saat ini. Kata keadilan memiliki berbagai macam definisi menurut persepsi masing-masing. Mereka berusaha menuntut keadilan ditegakkan bagi mereka atas orang-orang yang telah menindas mereka, atau merampas sesuatu yang menjadi milik mereka dan lain sebagainya. Kemudian, kejaksaan berusaha tampil ke depan sebagai pemberi harapan bagi pernuntut keadilan dengan menuntut para pelanggar keadilan dan hak-hak orang lain dengan tuntutan yang seadil-adilnya menurut persepsi mereka. Hakim pun tak kalah sigap dalam bersaing dengan yang lain untuk tampil sebagai penegak keadilan, bahkan mereka berada pada posisi vital tegaknya keadilan. Merekalah ujung tombak penegak keadilan.

Namun, nyatanya banyak yang kecewa. Keputusan hakim tidak memuaskan bagi pihak-pihak yang terlibat suatu perkara. Ini juga tak lepas dari perbedaan definisi keadilan dalam pandangan masing-masing orang, serta beda pendapat tentang kadar suatu hukuman yang benar-benar adil. Itulah jadinya, kalau manusia menuruti hawa nafsunya dan berpaling dari hukum Allah. Mereka terus akan berselisih tanpa henti. Menolak hukum Allah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, termasuk apa yang baik dan adil bagi hamba-Nya adalah suatu kesombongan di hadapan Allah. Maka, seharusnyalah orang-orang yang beriman menegakkan keadilan karena Allah, juga menjadi saksi karena Allah. Karena jika hal itu dilakukan karena selain Allah, maka niscaya keadilan tidak akan pernah tegak.

Salah satu elemen yang tak bisa diabaikan dalam penegakkan hukum dan keadilan adalah saksi. Perannya mungkin tak terlalu menonjol dibanding yang lain, namun pengaruhnya terhadap tegaknya keadilan tidak bisa diabaikan begitu saja. Bukankah keputusan hakim sangat tergantung pada kesaksian para saksi? Bukankah banyak kesaksian telah memalingkan hakim dari kebenaran? Bukankah banyak saksi yang telah mengubah kesaksiannya hanya karena selembar cek?

Karena itulah, Allah menyeru orang-orang beriman dengan sebutan orang-orang yang beriman, karena dengan begitu orang-orang yang benar-benar beriman merasa mendapat suatu penghormatan dari Allah yang juga mengandung unsur pengakuan Allah terhadap iman mereka. Dengan begitu, mereka akan lebih patuh akan perintah yang akan diberikan Allah setelah seruan itu. Perintah pertama adalah menegakkan keadilan karena Allah, kedua adalah menjadi saksi juga karena Allah. Meskipun dapat berakibat buruk pada diri sendiri, selama itu merupakan kebenaran, maka kesaksian itu harus dilakukan. Bahkan, meskipun kesaksian itu akan menyebabkan orang tua atau kerabat saksi itu mendapat kesusahan atau hukuman, kesaksian itu harus tetap dilakukan karena Allah semata. Penyebutan diri sendiri, orang tua, dan kerabat dalam ayat ini mengandung makna yang sangat dalam dan tegas. Hal itu karena diri sendiri tentunya setiap orang mencintainya walaupun tidak semua tahu bagaimana mencitainya. Rasa cinta dan sayang pada diri sendiri inilah yang biasanya menghalangi seseorang mengatakan kebenaran yang jika ia katakan akan berakibat buruk baginya. Begitu juga cinta dan sayang pada orang tua dan karib kerabat, menyebabkan seseorang enggan menegakkan keadilan terhadap mereka atau bersaksi menentang mereka. Seseorang akan lebih mudah bersaksi terhadap orang lain dibanding orang tua atau keluarganya.

Begitu juga jika terdakwa adalah orang kaya atau miskin, kesaksian itu tetap harus dilakukan. Alah melarang orang yang beriman berpaling dari kesaksian karena kekayaan seseorang, dan juga melarang mereka berpaling dari kesaksian karena kasihan terhadap kemiskinan seseorang.

Inilah fenomena yang umum di masyarakat kita saat ini. Banyak orang yang enggan, bahkan bersaksi palsu demi cintanya pada orang tua atau karib kerabatnya. Mereka tidak lagi takut kepada Allah, sehingga dengan mudahnya berbuat curang dan dusta. Banyak juga orang segan pada orang kaya hingga melalaikan mereka dari menegakkan keadilan terhadapnya. Baik karena telah dibeli dengan uangnya, atau karena takut pada anak buahnya, atau yang lainnya. Di lain pihak ada juga yang batal menegakkan keadilan atau kesaksian karena kasihan pada kemiskinan seseorang. Allah melarang semua ini karena hal itu belum tentu baik bagi orang kaya atau orang miskin tersebut. Karena Allah-lah yang paling mengetahui apa yang baik bagi mereka.

Kemudian Allah melarang orang-orang mukmin untuk berpaling dari keadilan karena menuruti hawa nafsu. Pengertian hawa nafsu di sini adalah karena selain Allah. Seperti karena kepentingan dunia dan segala aspeknya. Lalu, agar orang-orang yang beriman takut dari memuta balikkan kata-kata kesaksian atau enggan bersaksi karena suatu alasan, Allah memberikan ancaman-Nya terhadap yang berbuat demikian bahwa Dia Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat, tidak satu pun yang dapat bersembunyi dari-Nya. Tidak ada satu pun yang dapat menghindar dari-Nya. Maka, sudah seharusnyalah seorang mukmin menegakkan keadilan dan kesaksian yang jujur karena Allah semata, dan meninggalkan larangan-Nya karena takut pada-Nya semata. Sungguh, tendensi tertentu dalam usaha menegakkan keadilan dan kesaksian hanya akan membuat semakin rancu keadilan itu sendiri. Semoga Allah SWT selalu menjaga kita dari segala keburukan yang ditimbulkan oleh dunia dan kebisingannya.

Rabu, 17 November 2010

INDAHNYA KEBAIKAN

Saudaraku,...
Dalam sebuah riwayat diceritakan Ali bin al-Husain memiliki hamba sahaya perempuan. Suatu hari sang budak menuangkan air wudhu untuknya. Tanpa disengaja, ceret, tempat air wudhu, jatuh menimba wajah Ali hingga terluka. Ali Zainal Abidin dengan marah menatap wajah sang budak. Merasa bersalah sang budak berkata, (mengutip surah Ali Imran ayat 134 yang menyebutkan kriteria orang bertakwa), "Sesungguhnya Allah berfirman, 'Wal kaazimiinal ghaidl,' (Dan orang yang menahan amarahnya)."  Ali menjawab, "Aku telah menahan amarahku." Hamba sahaya berkata lagi, "Wal 'aafiina 'anin nas" (Dan orang-orang yang memberikan maafnya). Ali menimpali, "Semoga Allah memaafkan kamu." Ia berkata lagi, "Wallahu yuhibbul muhsiniin" (Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan). Ali membalas, "Engkau telah kubebaskan karena Allah Azza wa Jalla."

Subhanallah! Sungguh sebuah sikap yang mengagumkan. Amarah yang berhenti dalam sekejab karena dibacakan ayat, disusul pemberiaan maaf, bahkan pembebasan budak karena dorongan berbuat ihsan. Tercermin sebuah kematangan emosi, pengagungan akan ayat Allah, dan sikap memilih dan melakukan yang terbaik (ahsanahu).

Itulah sikap seorang muslim yang sesungguhnya. Karena, Islam dibangun di atas tiga pilar: Islam, iman, dan ihsan. "Tadi adalah Malaikat Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan persoalan din kepada kalian." Itulah jawaban Rasulullah ketika malaikat datang dan bertanya perihal Islam, iman dan ihsan. Jadi, dinul Islam dibangun di atas ketiganya.

Perbuatan ihsan itu banyak bentuk dan ragamnya. Ihsan dalam hal ibadah, seperti jawaban Rasulullah saw. kepada Jibril, "Ihsan adalah hendaklah engkau beribadah kepada Allah seperti engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak bisa melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu." (HR Muslim). Ihsan dalam ibadah adalah adanya rasa selalu diawasi Allah Taala ketika menunaikannya, seolah ia melihat Allah, atau minimal merasakan bahwa Allah melihatnya. Untuk itu, harus dilakukan dengan menyempurnakan syarat, rukun, sunah dan tata-caranya. Karena, ibadah tidak akan dilihat oleh Allah jika menyelisihi tata-cara yang disyariatkan. Demikian ditulis oleh Abu Bakar al-Jazairi dalam Minhajul Muslim. Beliau juga menilis bentuk-bentuk berbuat ihsan dalam bidang muamalah, misalnya dengan berbuat baik kepada orang tua, sanak keluarga, anak yatim, orang miskin, musafir, pembantu, manusia secara umum dan hewan, seperti tersebut dibawah ini.

Berbuat baik kepada orang tua bisa dengan menaatinya, memberikan kebaikan kepada keduanya, tidak menyakiti keduanya, mendoakan keduanya, memintakan ampun untuk keduanya, melaksanakan wasiat-wasiat keduanya dan menghormati teman-teman keduanya.

Berbuat baik kepada sanak keluarga misalnya dengan menyayangi mereka, lemah lembut terhadap mereka, mengerjakan perbuatan baik bersama mereka, tidak melakukan tindakan-tindakan yang menyusahkan mereka dan tidak menjelek-jelakkan ucapan mereka.

Berbuat baik kepada anak yatim ialah dengan menjaga harta mereka, melindungi hak-hak mereka, mendidik mereka, membina mereka, tidak menyakiti mereka, tidak memaksa mereka, ceria di depan mereka, dan mengusap kepala mereka.

Berbuat baik kepada orang-orang miskin adalah dengan menghilangkan kelaparan mereka, menutup aurat mereka, menganjurkan manusia memberi makan kepada mereka, tidak mencaci kehormatan mereka, tidak menghina mereka, dan tidak menimpakan kesusahan kepada mereka.

Berbuat baik kepada musafir ialah dengan memenuhi kebutuhannya, menutup aibnya, menjaga hartanya, melindungi kemuliannya, memberinya petunjuk jika ia meminta petunjuk, dan menunjukkannya jika tersesat.

Berbuat baik kepada pembantu adalah dengan menggajinya sebelum keringatnya kering, tidak menyuruhnya mengerjakan pekerjaan yang tidak mampu dikerjakan, menjaga kemuliaannya, dan menghormati kepribadiannya. Jika pembantu tersebut menetap di rumah yang dibantu, baginya memberi makan seperti yang ia makan, memberi pakaian seperti yang ia kenakan.

Berbuat baik kepada manusia secara umum antara lain dengan berkata lembut kepada mereka, mempergauli mereka dengan pergaulan yang baik setelah sebelumnya menyuruh mereka kepada kebaikan, melarang mereka dari kemungkaran, memberi petunjuk kepada orang yang tersesat di antara mereka, mengajari orang jahil di antara mereka, mengakui hak-hak mereka, tidak mengganggu mereka dengan mengerjakan tindakan yang membahayakan mereka dan lain sebagainya.

Berbuat baik kepada hewan adalah dengan memberinya makan jika lapar, mengobatinya jika sakit, tidak membebani dengan muatan yang tidak mampu ditanggungnya, lemah lembut terhadapnya jika bekerja, dan mengistirahatkannya jika lelah.

Demikian saudaraku, bentuk-bentuk kebaikan. Semoga kita tergolong dalam barisan muhsinin yang dicintai Allah. Wallahu a'lam bish shawab.

Kamis, 11 November 2010

BERSEMBUNYI DARI ALLAH

Saudaraku,...
Sahabat Rasulullah Saw, Abdullah bin Abbas r.a., dalam sebuah riwayat pernah bercerita kepada para muridnya. "Ada seorang laki-laki pada zaman sebelum kalian, dia beribadah kepada Allah selama 80 tahun, kemudian dia terpeleset kepada suatu dosa, lalu dia pun takut atas dirinya karena dosa tersebut. Kemudian dia mendatangi hutan dan berkata: 'Wahai hutan yang banyak bebatuannya, yang lebat pepohonannya, yang banyak hewan-hewannya, Apakah engkau memiliki tempat bersembunyi bagiku dari Rabku?' Dengan ijin Allah hutan menjawab: 'Wahai manusia, demi Allah, tiada satu pun rumput maupun pohon dalam wilayahku, melainkan ada seorang malaikat yang diutus di sana, maka bagaimana aku hendak menyembunyikanmu dari Allah?' Laki-laki itu pun mendatangi laut dan berkata: 'Wahai laut yang melimpah airnya, yang banyak ikan-ikannya, Apakah engkau memiliki tempat untuk menyembunyikan diriku dari Rabku?' Maka laut pun menjawab: 'Wahai manusia, demi Allah tiada satu butir pasir pun atau binatang air pun kecuali disertai malaikat yang diutus, maka bagaimana aku hendak menyembunyikan dirimu dari Allah?' Laki-laki itu pun mendatangi gunung dan berkata: 'Wahai gunung yang tinggi menjulang langit, yang banyak gua-guanya, adakah engkau memiliki tempat untuk menyembunyikan diriku dari Rabku Tabaraka wa Taala?' Gunung menjawab: 'Demi Allah, tiada satu batu atau gua pun yang ada di wiliayahku kecuali ada malaikat yang diutus, bagaimana mungkin aku menyembunyikanmu'?"
                                                                                                           

Allah SWT adalah Dzat yang Maha Mengetahui dan juga Maha Melihat. Tidak ada satu tempat pun yang dapat menyembunyikan kita dari pandangan Allah. Apapun yang kita lakukan baik itu kebaikan maupun kejahatan selalu pemgawasan Allah yang sangat teliti. Isu tentang perselingkuhan berjejal begitu banyaknya. Para pelakunya merasa asyik sepanjang tidak ketahuan istri atau suaminya. Korupsi dan kolusi merajalela di setiap lini dan tempat kerja, koruptor pun santai saja selagi petugas audit tidak mencium bau busuknya. Jumlah uang yang dilalap tak kepalang tanggung banyaknya. ICW menyebutkan, angka korupsi di tingkat DPRD masing-masing bernilai milyaran, tidak ada yang 'hanya jutaan'. Kumpul kebo dan perzinaan terjadi di mana-mana, terus menjadi rutinitas, selagi keluarga, orang tua, dan masyarakat tidak mendeteksi tindakan kotornya. Padahal, bisa saja mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak akan mampu bersembunyi dari Allah. Kemana mereka harus menghadapkan wajah mereka jika setiap arah yang mereka tuju dijaga para malaikat yang selalu setia kepada Tuhannya. Dan Allah pun tidak pernah lalai dalam pengawasan terhadap semua hamba-Nya.

Perbuatan maksiat terjadi karena adanya kemauan atau terbukanya peluang melakukannya. Namun, keduanya dapat dicegah secara sekaligus dengan mendekatkan diri kepada Allah. Mengapa demikian? Karena, dengan menjadikan diri kita dekat kepada Allah, pikiran dan angota tubuh kita akan memposisikan setiap indra kita dalam pengawasan Allah setiap saat. Hasilnya adalah pikiran kita membentuk opini bahwa tak ada tempat dan kesempatan yang memungkinkan kita berbuat dosa tanpa sepengetahuan-Nya. Otomatis kendurlah kemauan kita untuk berbuat dosa, meskipun tidak ada orang lain yang bersama kita, sebab Allah mengawasinya.

Tidak akan terlintas di benak pencuri untuk mengganyang mobil patroli yang diparkir di depan kantor polisi. Karena, ia sadar bahwa aksinya akan dengan mudah diketahui dan jeruji besi siap menantinya. Jika demikian, sudah selayaknya hamba yang cerdas tidak coba-coba menjamah wilayah dosa yang dilarang sang Pencipta. Karena, Allah takkan sedikit pun terlena dalam mengawasinya, sedangkan hukuman-Nya tidak hanya berupa jeruji besi, tetapi siksa yang tiada tara beratnya. Maka, merasakan pengawasan Allah adalah perisai utama yang menghalangi seseorang untuk berbuat dosa.

Mendekatkan diri kepada Allah juga menumbuhkan rasa malu untuk berbuat dosa kepada Allah. Manusia yang berekatan dengan Allah menyadari bahwa Allah yang memberikan segala nikmat kepadanya, juga memantau setiap gerak-geriknya. Tidak ada tempat bersembunyi dari-Nya agar dia bebas berbuat dosa. Malaikat yang menjaga di setiap bumi yang dia pijak akan menjadi saksi atas segala yang dilakukannya. Maka, bagaimana dia akan durhaka kepada-Nya di hadapan pengawasan-Nya. Yang dia lakukan bahkan sebaliknya, dia ingin agar Zat yang memberikan nikmat kepadanya melihat dirinya selalu dalam ketaatan kepada-Nya, sehingga Dia akan merasa rida.

Kesempurnaan mendekatkan diri kepada Allah diraih manakala seseorang juga menyadari bahwa setiap gerak, napas dan detik perbuatannya direkam dalam catatan malaikat. Kelak catatan itu akan diperlihatkan kepadanya. Terbuktilah bahwa tidak ada yang terlewat dari perbuatannya, semua tercatat detail di dalamnya. Tidakkah kita malu jika catatan perbuatan kita dibuka pada hari Kiamat, sementara di sana terdapat rekaman dosa yang kita kerjakan pada saat bersembunyi?

Muraqabatullah menyebabkan seseorang beramal ketika sendirian sama bagusnya dengan apa yang dia lakukan ketika bersama banyak orang. Alangkah bagusnya seorang muslim tatkala menyendiri, lalu dia merasakan bahwa malaikat tidak akan berpisah darinya, diutus untuk menulis kebaikannya. Maka, dia berkata kepada malaikat, "Tulislah (kebaikanku wahai malaikat), semoga Allah merahmati Anda," sehingga dia memenuhi lembaran kitabnya dengan kebaikan dan apa-apa yang bisa memperberat timbangannya.

Sebagian orang yang hatinya sakit, bahkan mati, mengira bahwa Allah tidak melihat mereka tatkala bermaksiat atau lengah dari apa yang mereka kerjakan, sehingga mereka berdosa dengan tertawa. Apalagi jika hukuman atas dosanya tidak segera nampak di depan mata. Para pezina yang ‘aman’ dari penyakit kelamin, para pembunuh kaum muslimin, para penjahat dan pendosa, jangan disangka Allah membiarkan mereka. Allah tidak membiarkan para pendurhaka pendahulu mereka seperti kaum Luth, kaum Tsamud, kaum ‘Ad, maupun Fir’aun. Ingatlah. Allah sangat adil dalam membalas perbuatan-perbuatan hamba-Nya. Semoga kita dimasukkan dalam golongan orang-orang yang mendapatkan perlindungan-Nya. Amiin!

Minggu, 24 Oktober 2010

HARTA KARUN MUSLIM



Saudaraku,…
Abu Laits as-Samarqandi adalah seorang ahli fiqh yang terkenal. Suatu ketika dia pernah berkata, “Ayahku menceritakan bahwa diantara Nabi-nabi yang bukan Rasul ada yang menerima wahyu dalam bentuk mimpi dan ada yang hanya mendengar suara. Salah seorang Nabi yang menerima wahyu melalui mimpi tersebut, pada suatu malam bermimpi memperoleh perintah dari Allah yang berbunyi, "Esok pergilah keluar dari rumah pada waktu pagi menghadap ke barat. Engkau harus berbuat, pertama; apa yang engkau lihat (hadapi) maka makanlah, kedua; engkau sembunyikan, ketiga; engkau terimalah, keempat; jangan engkau putuskan harapan, yang kelima; larilah engkau darinya."

Pada keesokan harinya, Nabi itu pun keluar dari rumahnya menuju ke barat dan kebetulan yang pertama dihadapinya ialah sebuah bukit besar berwarna hitam. Nabi itu kebingungan sambil berkata, "Aku diperintahkan memakan yang pertama aku hadapi, tapi sungguh aneh sesuatu yang mustahil yang tidak dapat dilaksanakan."

Maka Nabi itu terus berjalan menuju ke bukit itu dengan tujuan untuk memakannya. Ketika dia menghampirinya, tiba-tiba bukit itu mengecilkan diri sehingga menjadi sebesar buku roti. Maka Nabi itu pun mengambilnya lalu disuapkan ke mulutnya. Ketika ditelan terasa sungguh manis bagaikan madu. Dia pun mengucapkan syukur 'Alhamdulillah'.

Kemudian Nabi itu meneruskan perjalanannya lalu bertemu pula dengan sebuah mangkuk emas. Dia teringat petunjuk dalam mimpinya supaya disembunyikan, lantas Nabi itu pun menggali sebuah lubang lalu ditanamkan mangkuk emas itu, kemudian ditinggalkannya. Tiba-tiba mangkuk emas itu keluar kembali seperti semula. Nabi itu pun menanamkannya ke tempat semula sehingga tiga kali berturut-turut. Maka berkatalah Nabi itu, "Aku telah melaksanakan perintahmu." Lalu dia pun meneruskan perjalanannya tanpa disadari oleh Nabi itu, mangkuk emas itu keluar ke tempat semula ia ditanam.

Ketika dia sedang berjalan, tiba-tiba dia melihat seekor burung elang sedang mengejar seekor burung kecil. Kemudian terdengarlah burung kecil itu berkata, "Wahai Nabi Allah, tolonglah aku."

Mendengar rayuan burung itu, hatinya merasa simpati lalu dia pun mengambil burung itu dan dimasukkan ke dalam bajunya. Melihat keadaan tersebut, lantas burung elang itu pun datang menghampiri Nabi itu sambil berkata, "Wahai Nabi Allah, aku sangat lapar dan aku mengejar burung itu sejak pagi tadi. Oleh itu janganlah engkau patahkan harapanku dari rezekiku."

Nabi itu teringat petunjuk dalam mimpinya yang keempat, yaitu ia tidak boleh putus harapan. Dia menjadi kebingungan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Akhirnya dia membuat keputusan untuk mengambil pedangnya lalu memotong sedikit daging pahanya dan diberikan kepada elang itu. Setelah mendapat daging itu, elang pun terbang dan burung kecil tadi dilepaskan dari dalam bajunya.

Setelah peristiwa itu, Nabi meneruskan perjalanannya. Tidak lama kemudian dia bertemu dengan bangkai yang amat busuk baunya, maka dia pun bergegas lari dari situ karena tidak tahan menghirup bau yang menyakitkan hidungnya. Setelah mengalami seluruh peristiwa tersebut, maka kembalilah Nabi ke rumahnya. Pada malam harinya Nabi pun berdoa, ‘Ya Allah, aku telah pun melaksanakan perintah-Mu sebagaimana yang diberitahu di dalam mimpiku, maka jelaskanlah kepadaku arti semuanya ini.’

Dalam mimpi beliau, Allah SWT berfirman, ‘Yang pertama engkau makan itu ialah marah. Pada awalnya nampak besar seperti bukit tetapi pada akhirnya jika bersabar dan dapat mengawal serta menahannya, maka marah itu pun akan menjadi lebih manis daripada madu. Kedua; semua amal kebaikan (budi), walaupun disembunyikan, maka ia tetap akan kelihatan. Ketiga; jika sudah menerima amanah seseorang, maka janganlah kamu khianat kepadanya. Keempat; jika orang meminta kepadamu, maka usahakanlah untuknya demi membantu kepadanya meskipun kau sendiri berhajat. Kelima; bau yang busuk itu ialah ghibah (menceritakan hal seseorang). Maka larilah dari orang-orang yang sedang duduk berkumpul membuat ghibah.’ “

Saudaraku…
Kelima kisah ini hendaklah kita tanamkan dalam diri kita, sebab kelima hal ini selalu terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Ini adalah harta karun yang luar biasa yang selayaknya dimiliki seorang muslim. Seorang muslim harus mampu mengendalikan amarahnya, karena amarah yang tidak terkendali selalu mengikutsertakan setan dalam setiap ucapan dan tindakannya. Amarah sangat rentan dengan dosa dan perbuatan yang menyakiti hati atau tubuh orang lain. Sedikit sekali saudara kita yang bersyahadat yang mampu membawa amarah dalam porsi yang sewajarnya. Marahlah hanya karena Allah. Selain itu redamlah segala gejolah amarah Anda dalam bingkai iman yang sangat indah.

Seorang muslim juga selayaknya tidak memamerkan segala bentuk kebaikan kepada orang lain. Seorang muslim tidak butuh pujian atau sanjungan orang atas segala perbuatan baik yang dikerjakan. Berbuatlah baik sebanyak mungkin yang mampu anda kerjakan lalu serahkanlah segala urusan Anda kepada Allah. Dialah Tuhan kita yang akan memberikan pembalasan yang sempurna kepada hamba-Nya. Jika Allah menyukai perbuatan baik Anda, Dialah yang akan membuat perbuatan baik Anda diketahui oleh semua orang. Anda tidak perlu sibuk mencari perhatian makhluk Allah, ketika melakukan kebaikan.

Harta seorang muslim yang ketiga adalah kesetiaannya terhadap amanah dari orang lain. Seorang muslim yang memegang amanah dengan baik adalah orang yang memegang ikatan agamanya dengan kuat. Seorang muslim adalah orang yang amanah terhadap Allah, utusan-utusan-nya, kitab-kitab-Nya dan kebenaran yang dibawa oleh kekasih-Nya. Dan orang yang melalkukan dosa dalam kehidupannya, sesungguhnya tidak lebih hanyalah pribadi-pribadi pengkhianat terhadap amanah yang diberikan Allah di atas pundaknya. Bukankah Muhammad Saw adalah seorang muslim yang kuat memegang amanat dari orang lain? Bahkan beliau mendapat julukan Al-Amin dari masyarakatnya, baik yang secara langsung membencinya maupun yang terang-terangan menyukainya. Apakah kepribadian muslim ini sudah melekat dalam ucapan dan perbuatan Anda, saudaraku!

Harta seorang muslim yang keempat adalah kesediaannya membantu orang lain. Inilah indahnya Islam, saudaraku! Betapapun kita memiliki perbedaanya beraneka ragam, kita tetap mampu disatukan oleh indahnya agama ini. Seorang muslim yang baik adalah orang yang menjaga segala anggota tubuhnya untuk memberikan manfaat bagi saudaranya yang lain, betapa ia berhasrat untuk dirinya sendiri. Dan andaikata setiap berpegang pada pemikiran ini, bukan tidak mungkin kebencian dan permusuhan akan hilang dari muka bumi ini. Bukankah setiap permunculan yang berada di lingkungan kita bahkan di seluruh dunia berawal percikan kecil yang muncul dari ketidakharmonisan dengan orang lain? Maka berbuatlah baik kepada orang sebanyak yang bisa agar kita memperoleh tempat yang baik di mata Allah dan sudara Anda yang lain.

Dan harta seorang muslim yang kelima adalah tidak membicarakan keburukan orang lain. Menbicarakan keburukan orang lain di dalam Islam disebut ghibah. Ghibah ini seperti penyalit memeatikan yang menghinggapi manusia tanpa pernah disadari. Kita selalu membicarakan keburukan orang lain dengan abnyak alasan untuk membenarkannya. Apa yang lasan Anda, sungguh ini bukanlah perbuatan baik yang diwariskan Rasulullah Muhammad Saw kepada kita. Jika ini terus menjadi kebiasaan, bukan tidak mungkin kebaikan Anda akan terkikis hilang oleh saudara Anda yang Anda bicarakan keburukannya. Bahkan jika itu tidak cukup, dosa yang melekat pada orang tersebut, akan dilekatkan kepada Anda. Hingga suatu ketika orang-orang yang dikenal dengan keburukannya, akan terkejut betapa banyaknya kebaikan yang diberikan Allah, karena banyaknya keburukan dirinya yang diumbar oleh orang lain. Sudahkan kita menyiapkan diri menerima beban sehebat itu, saudaraku? Jika Anda merasa keberatan, maka janganlah Anda mendekatkan diri Anda kepada ghibah tersebut.

Saudaraku,…
Demikianlah kelima harta yang selayaknya dimilki oleh seorang muslim. Semoga kita semua diberikan kekuatan oleh Allah untuk menjaga dan mengembangkan kelima harta tersebut dalam kelanggengan hingga hari penghitungan tiba. Amiin!

Rabu, 13 Oktober 2010

PELIPUR LARA TERBAIK


S
audaraku,…
Setiap manusia pasti pernah merasakan kekecewaan dalam satu babak kehidupannya. Dan mereka juga memilki penyelesaian yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya, tergantung dari tanggapan emosial masing-masing pribadi. Ada yang menyimpan sendiri segala beban kehidupan yang dialaminya, ada pula yang berbagi kesedihan dengan sahabat terdekat atau keluarga terkasih.

Tapi pernahkah terbayang dalam benak kita, bahwa kita akan berbagi beban kehidupan dengan Allah, sebagaimana kita berbagi beban dengan sahabat terdekat. Seharusnya kita mampu melangkah lebih jauh untuk mendekati Allah. Sesungguhnya tujuan dari iman, Islam dan ihsan adalah mendekati Allah dengan jarak yang sedekat-dekatnya. Dan salah satu cara mendekati Allah adalah menjalin ikatan batin yang kuat dengan kebesaran-Nya.

Janganlah Anda sungkan memperlakukan Allah layaknya sahabat manusia Anda yang terbaik. Allah memiliki kebesaran dan kekuasaan yang melebihi semua makhluk yang ada di dunia ini. Datanglah kepada Anda dengan niat yang terbaik lalu sampaikanlah keluh kesah Anda. Jika Anda merasa kesusahan rejeki di dunia, maka mengadulah kepada Allah. Dia akan mendengar pengaduan Anda dan akan meringankan segala beban yang memberatkan pundak Anda. Jika Anda merasa didzalimi oleh saudara Anda, maka sampaikanlah penderitaan Anda kepada Allah. Allahlah yang akan menyelamatkan Anda dan Allah pula yang akan melemahkan orang-orang yang melukai Anda.

Allah akan menguatkan hati Anda ketika Anda datang kepada-Nya dan memberi Anda kegembiraan luar biasa yang tidak pernah Anda perhitungkan sebelumnya. Jika Anda dikecewakan oleh saudara atau kekasih Anda, maka berbagilah kesedihan dan kegundahan hanya kepada Allah. Hanya Dialah yang sanggup meredakan segala kekecewaan yang menyelimuti hati Anda.

Karena itu saudaraku! Mendekatlah kepada Allah dengan jarak yang sedekat-dekatnya. Ingatlah kepada Allah dengan segala keagungan dan kebesaran-Nya dalam segala kegembiraan dan kesusahan kehidupan Anda.





Senin, 04 Oktober 2010

BERSAHABAT DENGAN ALLAH

Saudaraku,…
Jika seorang manusia mampu menjalin persahabatan dengan sesamanya, bahkan dengan makhluk Allah lainnya, maka sepatutnyalah seorang manusia mampu menjalin persahabatan yang baik dengan Allah. Bersahabat dengan Allah bukanlah sesuatu yang luar biasa, tetapi memang itulah yang semestinya dikerjakan oleh manusia. Tujuannya adalah mencapai kedekatan yang intim dengan Tuhannya. Bukankah tujuan seorang muslim yang paling besar adalah mampu mendekati Allah dengan jarak yang sedekat-dekatnya? Untuk mencapai tujuan tersebut, maka seorang muslim harus bersahabat dengan Allah.

Lalu bagaimana menjalankan persahabatan dengan Allah? Sebagaimana Anda bersahabat dengan teman-teman Anda, maka sepertu itu pula persahabatan Anda dengan Allah. Hal itu juga berarti bahwa kualitas persahabatan Anda dengan Allah tergantung terhadap pemahaman Anda tentang persahabatan. Jika Anda mampu mengelola persahabatan dengan baik, mungkin Anda juga mampu mengelola persahabatan dengan Allah secara baik pula.

Karena itulah, maka bersahabatlah dengan Allah dengan cara yang paling baik. Semakin baik Anda mengelola persahabatan dengan Allah, maka balasan Allah kepada Anda tentu akan jauh lebih menyenangkan. Percayalah saudaraku!

Selasa, 28 September 2010

KEBAIKAN DAN KEJAHATAN

Saudaraku,...
Tidaklah Allah menciptakan manusia melainkan Allah juga menciptakan setan untuk mengujinya. Secara fitrah, manusia akan selalu cenderung pada kebaikan. Tetapi, untuk selalu sejalan dengan fitrahnya, sangatlah sulit. Karena, ketika manusia hendak memilih kebaikan, akan selalu ada bisikan-bisikan yang menghalanginya, dan menganjurkan yang sebaliknya. Seperti yang pernah disabdakan oleh Rasulullah saw. bahwa di dalam hati manusia ada dua bisikan; bisikan malaikat dan bisikan setan. Bisikan malaikat adalah kebaikan dan bisikan setan adalah kejahatan. Adapun, bisikan mana yang akan diikuti oleh manusia, tergantung pada keadaan hati manusia itu. Jika hatinya bersih, ia akan mendengar bisikan malaikat, namun jika hatinya kotor dan berpenyakit, dia akan lebih sering menuruti bisikan setan. Dari situ, timbullah dua akibat, yaitu kebajikan dan kejahatan. Kebaikan dan kejahatan itu pun beragam. Ada yang erat kaitannya dengan Allah langsung, dan ada yang berhubungan dengan sesama hamba.

Pada kenyataannya, memang benar apa yang telah dikhabarkan Alquran bahwa manusia terlalu banyak berbuat zalim, baik pada Allah, pada dirinya sendiri, maupun pada orang lain. Hingga tidak kita pungkiri bahwa terkadang kita juga didzalimi oleh orang lain, atau ada orang lain yang berbuat jahat kepada kita. Dalam menghadapi kejahatan yang dilakukan seseorang kepada kita, Alquran memberikan petunjuk agar kita menolak (balaslah) kejahatan itu dengan kebaikan. Maksudnya adalah jika ada orang yang berbuat jahat kepada kita, balaslah kejahatannya itu dengan kebaikan. Jika ada orang yang jahat kepadamu dengan perbuatannya, dengan perkataannya, atau dengan sesuatu yang lain, maka balaslah hal itu dengan kebaikan. Jika ia memutus hubungan denganmu, cobalah jalin hubungan baik dengannya. Jika ia menzalimi, maafkanlah ia. Jika berbicara tentang kamu, janganlah engkau hiraukan. Tetapi, maafkanlah ia, dan sambutlah ia dengan perkataan yang baik. Apabila ia menjauhimu dan tidak menghiraukanmu, tetaplah berkata yang lembut dan mengucapkan salam kepadanya. Jika engkau mampu membalas kejahatan dengan kebaikan, niscaya engkau akan mendapatkan faedah yang sangat besar.

Lalu, apakah faedah yang besar itu? Percayalah dengan kebesaran Allah, apabila engkau berbuat baik kepada orang yang telah berlaku jahat terhadapmu, maka kebaikanmu itu akan membawanya untuk bisa condong kepadamu, menyukaimu, dan bersikap lunak padamu, sehingga dia akan menjadi seperti teman yang setia dan sangat dekat kepadamu, dengan kasih sayang dan kebaikan untukmu.

Demikianlah apa yang dianjurkan oleh Allah kepada kita, bagaimana kita membalas kejahatan seseorang yang menimpa kita. Namun, hal itu sangatlah berat untuk dilaksanakan. Al-Qur’an mengabarkan bahwa sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar. Dan sekarang sudah mampukah kita menjadi orang yang memiliki keberuntungan yang besar itu?

Betapa berat dan sulit hal tersebut untuk dilakukan. Karena, watak seseorang akan cenderung membalas kejahatan dengan kejahatan. Namun, jika seseorang mengetahui besarnya nilai kesabaran dan besarnya pahala yang akan diterima, mengetahui bahwa membalas kejahatan dengan kejahatan tidak ada manfaatnya sedangkan permusuhan hanya akan menambah kekerasan, menyadari bahwa membalas kejahatan dengan kebaikan bukan berarti kehinaan dan kerendahan martabat akan tetapi bersikap rendah diri dihadapan Allah, maka hal tersebut akan menjadi ringan baginya, dan dia akan melakukannya dengan lapang bahkan menikmatinya. 

Sehubungan dengan hal ini, Ibnu Abbas berkata, "Allah memerintahkan kita untuk bersabar ketika marah, lemah lembut menghadapi kebodohan, dan memaafkan perlakuan buruk (kejahatan). Barang siapa mampu mengamalkannya, maka Allah akan menghindarkannya dari godaan setan, dan akan menjadikan musuhnya tunduk padanya seperti teman yang setia padanya."

Kejahatan, bagaimanapun juga berasal dari setan. Dan setan ada dua macam, setan dari golongan manusia, dan setan dari golongan jin. Setelah Allah memerintahkan hamba-Nya untuk berbuat kebaikan kepada sesamanya meskipun telah mendapat perlakuan jahat, kemudian pada ayat selanjutnya Allah memerintahkan untuk berlindung kepada-Nya apabila setan datang menggoda. Karena, untuk menghadapi setan yang berwujud manusia dimungkinkan dengan berbuat baik padanya, maka dia akan berubah baik kepada kita. Adapun setan dari golongan jin, tidak cara berkelit dan menghindar darinya apabila ia datang menggoda kecuali dengan meminta perlindungan kepada-Nya. Jika seseorang menyerahkan urusannya kepada Allah dan berlindung kepada-Nya, makar setan tidak akan berarti baginya. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam jika menegakkan salat mengucapkan, "A'uudzu billaahi minasy syaithaanir rajiim, min hamzihi, wa nafkhihi, wa naftsihi." Artinya, "Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk, dari godaan, tiupan, dan hembusannya."

Saudaraku,…

Memang berat, membalas kejahatan dengan kebaikan. Suatu hal yang bertentangan dengan watak dasar manusia. Namun, barang siapa mampu mengamalkannya, ia akan mendapat keberuntungan yang besar. Dan, tidak mampu menerima dan mengamalkan hal itu kecuali orang-orang yang sabar. Maka tetapkanlah diri Anda menjadi orang-orang sabar terbaik di hadapan Allah dan makhluk-Nya yang lain.

Jumat, 17 September 2010

AKIDAH SEBAGAI LANDASAN AGAMA

Saudaraku,…
Secara etimologi akidah berasal dari kata ’aqd yang berarti pengikatan. Akidah adalah apa yang diyakini oleh seseorang. Jika dikatakan, “Dia mempunyai akidah yang benar,” berarti akidahnya bebas dari keraguan. Akidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu. Adapun makna akidah secara syara’ yaitu, iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, dan kepada hari akhir, serta kepada qadar yang baik maupun yang buruk. Kita menyebutnya sebagai Rukun Iman.

Akidah yang benar adalah fundamen bagi bangunan agama serta merupakan syarat sahnya amal. Bagi anda yang menganggap sepele masalah akidah ini, berhati-hatilah menjaga agama anda. Menjalani kehidupan di dunia ini bukan hanya perkara sulit untuk memperoleh materi duniawi, tapi juga perjuangan yang tidak mudah untuk menegakkan agama yang anda yakini kebenarannya. Keyakinannya terhadap Allah dan kebenaran Islam akan bersentuhan dengan keyakinan lain yang ditimbulkan oleh keruwetan dunia dan godaan-godaan menggiurkan yang akan mengikutinya. Ketika interaksi akidah anda dengan keruwetan dunia semakin meninggi, maka akidah tersebut akan mengalami seranagn yang luar biasa hebat. Dan situlah kemudian akidah anda akan menunjukkan perannya. Apakah bangunan agama anda akan terhempas layaknya bangunan rapuh yang dihempaskan angin puyuh ? Atau sebaliknya, bangunan agama yang anda pelihara, tetap berdiri kokoh tanpa mengalami kerusakan pada setiap sisi dindingnya. Karena itulah, jadikanlah akidah anda sebagai pondasi yang kuat bagi bangunan agama yang anda yakini kebenarannya.

Dan bagian kecil dari usaha Anda untuk memperkuat pondasi tersebut adalah membersihkan akidah anda kepada sesuatu selain Allah SWT. Kalau sekali saja anda memiliki kecenderungan yang berlebihan kepada segala sesuatu selain Allah, maka itulah kelalaian anda yang paling besar. Sesungguhnya Islam tidak bisa dibangun dengan pondasi seperti itu. Kekuatan bangunan Islam dimulai dengan pondasi akidah yang mengikat seluruh pikiran dan segala gerak tubuh kepada allah SWT. Tidak ada yang lain. Bangunan Islam tidak akan bisa ditegakkan ketika sekejap saja hati kita berpaling sesuatu yang fana, betapapun itu menyenangkan hati kita.

Saudaraku,…

Allah SWT berfirman, "Maka, sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allahlah agama yang bersih (dari syirik)." (QS. Az-Zumar : 2-3).

Karena itulah yang menjadi perhatian kita pertama kali adalah menjernihkan segala bentuk ketaatan kita kepada Allah SWT dan kekasih-Nya Muhammad Saw dari segala penyimpangan dan pengingkaran. Dan itulah yang dilakukan oleh Rasulullah saw ketika mengabarkan tentang kebenaran Islam kepada masyarakatnya. Baru kemudian setelah pondasi akidah sudah tertanam kuat dalam hati, pendidikan mengenai amal perbuatan baik maupun amal perbuatan buruk dapt kembali dilanjutkan.

Seorang muslim sekali lagi dituntut untuk membuat pondasi keislamannya menjadi pondasi paling kuat yang pernah ia kenal maupun yang dikenal orang lain sebelumnya. Jika pondasi akidah anda kuat, maka akan semakin kuat pula bangunan Islam yang anda dirikan. Dan jika bangunan Islam anda sangat kuat, maka perjalanan akhirat anda tidak akan terganggu oleh segala kekacauan dan keruwetan dunia yag mendatangi anda dari segala arah. Tentu saja Allah juga tidak akan sungkan memberikan pertongan kepada anda, jika demikian kondisi bangunan Islam. Percayalah, saudaraku!

Senin, 06 September 2010

PELAJARAN DARI UMAT TERDAHULU

Saudaraku,...
Perjalanan hidup manusia sejak pertama kali manusia diciptakan hingga sekarang ini, ternyata meninggalkan jejak berupa sejarah yang melukiskan perputaran roda kehidupan manusia dengan segala keindahan dan keburukannya. Allah menciptakan langit dan bumi ini dan apa yang ada di antara keduanya, adalah dengan ketetapan yang sudah ditentukan. Semua sejarah yang yang terjadi pada waktu lampau selayaknya dapat menjadi pelajaran bagi kita semua,sehingga kita mampu menjadi generasi-generasi Rabbani yang unggul. Itulah yang dititahkan di dalam Alquran kepada kita, umat akhir jaman, umat pilihan, umat Nabi yang paling mulia, Muhammad saw., bahwa Allah menjadikan perjalanan umat-umat terdahulu itu sebagai pelajaran bagi kita.

Kita harus menyadari bahwa mereka, umat-umat terdahulu, diadzab oleh Allah di dunia dengan adzab yang dahsyat, yang sangat mengerikan bila dibayangkan, adalah karena mereka mendurhakai, membangkang, dan mendustakan rasul yang diutus untuk mereka. Mereka mengingkari kebenaran yang disampaikan kepada mereka, meskipun telah nyata bukti-bukti kebenaran di hadapan mereka. Itu adalah yang terjadi pada umat-umat terdahulu sebelum diutusnya Rasulullah saw..

Adapun berkenaan dengan umat Rasulullah saw., umat akhir jaman ini, ada keterangan dari Rasulullah saw. bahwa jika umat-umat terdahulu mendurhakai dan mendustakan nabinya, mereka segera diadzab oleh Allah swt., dan apabila umat Muhammad saw. durhaka, maka adzab mereka ditangguhkan dahulu sampai suatu masa. Tetapi, hal itu tidak menutup kemungkinan bahwa Allah akan menurunkan adzab kepada umat ini, seperti yang pernah menimpa umat-umat terdahulu. Karena Allah pernah mengabarkan bahwa tidak akan mengadzab suatu kaum sedang Rasulullah saw. berada di antara mereka. Sedangkan saat ini Rasulullah saw. telah wafat. Dan Allah tidak akan mengadzab suatu kaum sedangkan mereka beristighfar kepada Allah, sedangkan manusia saat ini, lebih banyak yang lalai dari pada yang berdzikir, lebih banyak yang berbuat maksiat dari pada yang beristighfar. Maka, datangnya adzab itu sangat mungkin terjadi mengingat kondisi mayoritas manusia dewasa ini telah jauh dan teramat jauh dari petunjuk, dan terang-terangan menentang aturan Allah dan Rasul-Nya. Kemaksiatan merajalela, zina, khamr, judi, penipuan, dan pemerkosaan hak sudah menjadi menu yang selalu disantap oleh masyarakat.

Maka dari itu, marilah kita tengok sejarah umat-umat terdahulu, agar kita menyadari betapa keras ancaman, betapa pedih dan mengerikannya siksaan yang diberikan oleh Allah kepada umat yang mendurhakai, di dunia dan di akherat, dan betapa besar nikmat yang diberikan kepada umat yang mentaati dan mengikuti petunjuk-Nya. Lebih dari itu, dengan mempelajari dan menghayati kisah-kisah orang-orang terdahulu, baik yang beriman maupun yang durhaka, kita harapkan hal itu bisa menjadi penyubur iman dan keyakinan yang ada di lubuk hati, akan kebenaran risalah Ilahi yang dibawa oleh Rasul-Nya, juga agar tumbuh rasa takut di dalam sanubari akan murka Allah, yang tiada sesuatu pun yang mampu menghalangi kehendak-Nya.
Yang pertama, kita lihat kaum Nabi Nuh a.s. yang mendustakan Nabi mereka. Tentang mereka Allah berfirman, "Sebelum mereka, telah mendustakan (pula) kaum Nuh, maka mereka mendustakan hamba Kami (Nuh) dan mengatakan, 'Dia seorang gila dan dia sudah pernah diberi ancaman'. Maka dia mengadu kepada Rabbnya, 'bahwasanya aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu tolonglah (aku)'. Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan." (QS. Al-Qamar : 9 - 12).

Coba kita bayangkan, pintu-pintu langit dibuka sehingga turunlah hujan yang tercurah limpah dengan sangat deras, ditambah lagi Allah menjadikan seluruh permukaan bumi memancarkan air, hingga tanah yang gersang sekalipun. Maka, air dari langit bertemu dengan air yang memancar dari bumi hingga akhirnya meninggi setinggi puncak gunung. Habislah apa yang dimuka bumi, tenggelam semuanya. Apakah hukuman mereka hanya sebatas itu? Tidak. Allah berfirman, "Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah." ( QS. Nuh : 25).

Adapun Nabi Nuh a.s. dan orang-orang beriman yang bersama dengannya, mereka diselamatkan oleh Allah. Itu adalah merupakan sejarah besar yang pernah berlalu di muka bumi ini yang harus kita ambil sebagai pelajaran.

Yang kedua, kaum 'Ad. Yaitu kaum Nabi Hud a.s., yang mampu membangun bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangun semisalnya. Tetapi kelebihan yang ada pada mereka itu tidak dapat memberikan manfaat sedikitpun kepada mereka ketika mereka mendustakan Nabi Hud a.s., yang kemudian diadzab oleh Allah.

Allah berfirman, "Kaum 'Aadpun telah mendustakan (pula). Maka alangkah dahsyatnya azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku. Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang sangat kencang pada hari nahas yang terus-menerus, yang menggelimpangkan manusia seakan-akan mereka pokok korma yang tumbang. Maka betapakah dahsyatnya azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku." (QS. Al-Qamar: 18-21).

Bagian yang lain Allah berfirman, "Adapun kaum 'Aad maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang. yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus; maka kamu lihat kaum 'Aad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tanggul-tanggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk)." (QS. Al-Haaqqah: 6-7). Padahal, adzab mereka tidak cukup sebatas itu, bahkan adzab yang akan mereka terima di akherat lebih pedih.

Berikutnya, kaum nabi Luth a.s.. Kaum yang padanya terkumpul antara ingkar (kafir) kepada Allah dan Rasul-Nya, dan perbuatan keji yang belum dilakukan oleh kaum yang sebelumnya. Yaitu, mereka menyukai sesama jenis mereka dan meninggalkan istri-istri mereka. Perbuatan mereka ini sangat terkutuk. Perbuatan yang mencerminkan rusaknya fitrah, dan kacaunya perikemanusiaan dan hati nurani mereka. Istilah dari perbuatan seperti yang mereka lakukan itu disebut liwath, mengingat asalnya adalah dari kaum Nabi Luth a.s.. Dan di jaman sekarang, perbuatan tersebut dikenal dengan homosek.

Jika di jaman Nabi Luth a.s. dikhabarkan bahwa mereka melakukannya antara laki-laki dengan laki-laki, tetapi di saat ini, kaum perempuan tidak mau ketinggalan. Sebagian mereka juga ada yang berpikiran menyimpang dari fitrah kemanusiaan, yaitu ketika sebagian mereka menyukai sesama jenis mereka. Hal ini dikenal dengan istilah lesbi. Bahkan, ada khabar yang sangat heboh menunjukkan kebejatan sebagian manusia dewasa ini, ketika telah disahkan perbuatan keji mereka itu, di salah satu belahan bumi di Eropa. Yaitu, mereka mengesahkan undang-undang kawin sejenis. Na'udzubillah min dzalik. Bukankah ini perbuatan yang sudah benar-benar melanggar aturan Allah dan melampaui batas yang dilakukan dengan terang-terangan?

Lalu, apa yang diganjarkan Allah kepada kaum Nabi Luth a.s. setelah keingkaran dan pembangkangan mereka itu? Sebelum itu, Nabi Luth a.s. tak henti-hentinya mengingatkan kepada mereka untuk bertauhid kepada Allah, dan meninggalkan perbuatan keji mereka. Tetapi, apakah jawaban mereka? Inilah berita dari Allah, "Maka tidak lain jawaban kaumnya melainkan mengatakan, 'Usirlah Luth beserta keluarganya dari negerimu; karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang (menda'wakan dirinya) bersih'." (QS. An-Naml:56).

Kemudian, setelah itu Allah memberikan keputusan untuk mereka. Allah berfirman, "Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi. Yang diberi tanda oleh Rabbmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim." (QS.  Hud: 82-83).

Dan tentang Nabi Ibrahim, Allah berfirman, "Ibrahim bertanya, 'Apakah urusanmu hai para utusan?' Mereka menjawab, 'Sesungguhnya kami diutus kepada kaum yang berdosa (kaum Luth). Agar kami timpakan kepada mereka batu-batu dari tanah yang (keras), yang ditandai di sisi Rabbmu untuk (membinasakan) orang-orang yang melampaui batas. Lalu Kami keluarkan orang-orang yang beriman yang berada di negeri kaum Luth itu. Dan Kami tidak mendapati di negeri itu, kecuali sebuah rumah dari orang-orang yang berserah diri. Dan Kami tinggalkan pada negeri itu suatu tanda bagi orang-orang yang takut pada siksa yang pedih." (QS. Adz-Dzariyat: 31-37).

Kisah-kisah di atas, dan masih banyak kisah-kisah yang lain, seperti kaum Madyan, kaum Tsamud, Fir'aun, dan lain-lainnya, sangatlah penting untuk kita ambil pelajaran. Karena, semua itu berkaitan dengan masalah tauhid. Semua kisah tersebut bukanlah kisah yang dibuat-buat, dan sekedar hanya untuk bahan dongengan. Akan tetapi, mengandung sesuatu yang sangat besar. Semua kisah tersebut berasal dari Alquran. Dan Alquran, seluruhnya berisi tentang penetapan terhadap tauhid, memurnikan peribadatan hanya untuk Allah semata, atau mengesakan Allah dalam beribadah. Dan kisah-kisah di atas semuanya bermuatan tauhid, yaitu ketika berbicara tentang umat yang mengingkari seruan tauhid, yang merupakan inti ajaran para rasul. Masalah tauhid, adalah masalah yang sangat asas dan prinsip. Apabila seseorang keliru dalam masalah tersebut, berarti dia tergelincir ke jurang kesesatan dan kecelakaan yang berkepanjangan. Na'udzubillah min dzalik. Semoga Allah menunjukkan kita jalan-Nya yang lurus dan tidak tergelincir seperti kebanyakan orang.

Berkenaan dengan kisah-kisah seperti tersebut di atas, Syekh Utsaimin rahimahullah mengatakan, "Sesungguhnya, dalam menyikapi kisah-kisah tersebut dan semisalnya, manusia terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, mereka yang mengetahui dan mengenal Allah beserta tanda-tanda kekuasaan-Nya yang terjadi, kemudian mereka mengambil pelajaran dari kejadian yang dialami orang-orang yang telah lalu, hingga mereka kembali kepada Allah, takut, sangat takut apabila mereka tertimpa apa yang telah menimpa orang-orang terdahulu.

Adapun kelompok kedua, kelompok yang jahil (bodoh) dan tidak mengenal Allah, hati mereka kosong dari keimanan dan keras karena kedurhakaan mereka. Mereka berkata, 'Sesungguhnya kejadian-kejadian itu adalah alamiah'. Sehingga mereka tidak memperhatikannya, dan tidak melihat akibat yang datang dari Allah, yaitu akibat bagi orang-orang yang mendustakan Allah dan para rasul-Nya. Kita memohon kepada Allah dengan ayat-ayatnya, dan dengan asma'-asma ' dan sifat-sifat-Nya, agar menjadikan kita sebagai orang yang mampu mengambil pelajaran dari tanda-tanda kekuasaan-Nya, dan takut akan ancaman dan siksa-Nya. Dan semoga Allah melimpahkan kasih sayang-Nya kepada kita, sesungguhnya Dia Maha Pemberi."

Demikianlah, hendaknya kita bisa mengambil pelajaran dari kisah-kisah tersebut, dan menambah rasa takut kepada Allah, apabila ditimpakan kepada kita apa-apa yang telah ditimpakan terhadap umat-umat terdahulu. Semoga Allah selalu membimbing kita ke jalan yang diridhai-Nya, memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang yang saleh, dan melindungi kita dari murka-Nya.