Rabu, 07 Desember 2011

MUNAJAT 4


Ya Allah, susah betul menjadi orang paham yang yakin bahwa keburukan akan menghasilkan keburukan,dan kezaliman akan berpulang kezaliman kepada si pelakunya sendiri. Ya Allah,kenapa juga hamba tidak bisa sempurna berpikir bahwa membuat orang sakit itu akan menyakiti diri hamba sendiri. Mungkin iman hamba kurang, mungkin keyakinan hamba bohong, baru sebatas lisan. Hamba tahu bahwa berbohong itu tidak berguna karena kebohongan pasti akan ketahuan juga, tapi hamba tetap berbohong. Hamba tahu hasil keburukan itu tidak akan menjadi daging, sebab tidak akan bermanfaat untuk jangka waktu yang panjang, tapi hamba sering tidak ambil pusing, hamba tetap berbuat buruk dengan tenang, hamba tetap berbuat buruk dengan gagah.

Akhirnya terjadilah apa yang seharusnya terjadi. Kuburan kesusahan hamba gali sendiri, kuburan penderitaan hamba buat sendiri, lalu hamba berteriak-teriak kesusahan memohon ampunan-Mu, supaya kesusahan dan penderitaan itu hilang.

Ya Allah, andai Engkau memiliki kesabaran yang terbatas, tentulah Engkau sudah benamkan diri hamba kepada lautan penderitaan dan kehinaan dan tak bisa hamba menyelamatkan diri lagi.Tapi Engkau adalah Allah, Tuhan hamba yang luar biasa kebijaksanaan-Nya. Hanya hamba yang belum memanfaatkan keluasan ampunan-Mu, keluasan maaf-Mu dengan baik.




Tulisan ini dikutip dari :
WISATA HATI : Kehidupan Yang Rapuh,
ditulis oleh Ustadz YUSUF MANSUR

Kamis, 01 Desember 2011

MEMBERIKAN NASEHAT UNTUK PENGUASA

Saudaraku,…
Bukanlah sesuatu yang buruk jika Anda menjadi seorang penguasa. Bahkan sebagian saudara kita banyak yang berhasrat besar menjadi seorang penguasa. Sebagian besar tersebut mungkin saya sendiri, Anda, atau tetangga sebelah rumah. Dan menjadi seseorang yang dipimpin seorang penguasa bukanlah sebuah kehinaan.

Seorang penguasa dan rakyatnya adalah penumpang dalam sebuah kapal kehidupan. Jikalau sang nahkoda telah salah arah, maka penumpang yang lain berhak menegur atau memberikan nasehat kepada sang nahkoda. Seorang nahkoda bagaimanapun juga hanyalah seorang manusia, yang terkadang berbuat salah. Jika penumpang lain tidak memiliki keberanian untuk menunjukkan hal yang benar kepada pemimpinnya, maka seluruh kapal akan menghadapi kehancuran yang sangat menyakitkan. Dan hanya nahkoda yang bijak sajalah yang mampu mendengarkan nasehat dari penumpang-penumpangnya.

Demikianlah Allah SWT dan kekasih-Nya Muhammad Saw telah meninggalkan jejak kebaikan diantara makhluk-Nya. Saling berbuat kebaikan dan mengingatkan yang lain terhadap kebaikan yang haq adalah kebiasaan seorang muslim, saudaraku. Jika Anda adalah seorang rakyat yang dipimpin oleh penguasa yang menyeleweng dari kebenaran, maka berikanlah nasehat yang baik kepada mereka. Memberikan nasehat tidaklah sama dengan merendahkan derajatnya melalui cacian dan makian yang kejam.

Mengatakan kebenaran kepada penguasa yang menyeleweng memang perlu keberanian yang tinggi, sebab resikonya besar. Bisa-bisa akan kehilangan kebebasan, mendekam dalam penjara, bahkan lebih jauh lagi dari itu, nyawa bisa melayang. Karena itu, tidaklah mengherankan ketika pada suatu saat Rasulullah Muhammad Saw ditanya oleh seorang sahabat perihal perjuangan apa yang paling utama, maka Rasulullah Saw pun menjawab, "Mengatakan kebenaran kepada penguasa yang menyeleweng."

Demikianlah sabda Rasulullah Muhammad Saw sebagaimana yang dikisahkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam an-Nasa'i, Abu Daud, dan Tirmidzi, berdasarkan penuturan Abu Sa'id al-Khudry Radhiyallahu 'anhu, dan Abu Abdillah Thariq bin Syihab al-Bajily al-Ahnasyi. Oleh sebab itu, sedikit sekali orang yang berani melakukannya, yakni mengatakan kebenaran kepada penguasa yang menyeleweng.

Di antara yang sedikit itu (orang yang pemberani) terdapatlah nama Thawus al-Yamani. Ia adalah seorang tabi'in, yakni generasi yang hidup setelah para sahabat Rasulullah Muhammad Saw, bertemu dengan mereka dan belajar dari mereka. Dikisahkan, suatu ketika Hisyam bin Abdul Malik, seorang khalifah dari Bani Umayyah, melakukan perjalanan ke Mekah guna melaksanakan ibadah haji. Di saat itu beliau meminta agar dipertemukan dengan salah seorang sahabat Nabi Muhammad Saw yang hidup. Namun sayang, ternyata ketika itu tak seorang pun sahabat Rasulullah Saw yang masih hidup. Semua sudah wafat. Sebagai gantinya, beliau pun meminta agar dipertemukan dengan seorang tabi'in.

Datanglah Thawus al-Yamani menghadap sebagai wakil dari para tabi'in. Ketika menghadap, Thawus al-Yamani menanggalkan alas kakinya persis ketika akan menginjak permadani yang dibentangkan di hadapan khalifah. Kemudia ia langsung saja nyelonong masuk ke dalam tanpa mengucapkan salam perhormatan pada khalifah yang tengah duduk menanti kedatangannya. Thawus al-Yamani hanya mengucapkan salam biasa saja, "Assalamu'alaikum," langsung duduk di samping khalifah seraya bertanya, "Bagaimanakah keadaanmu, wahai Hisyam?"

Melihat perilaku Thawus seperti itu, khalifah merasa tersinggung. Beliau murka bukan main. Hampir saja beliau memerintahkan kepada para pengawalnya untuk membunuh Thawus. Melihat gelagat yang demikian, buru-buru Thawus berkata, "Ingat, Anda berada dalam wilayah haramullah dan haramurasulihi (tanah suci Allah dan tanah suci Rasul-Nya). Karena itu, demi tempat yang mulia ini, Anda tidak diperkenankan melakukan perbuatan buruk seperti itu!"

"Lalu apa maksudmu melakukakan semua ini?" tanya khalifah.

"Apa yang aku lakukan?" Thawus balik bertanya.

Dengan geram khalifah pun berkata, "Kamu tanggalkan alas kaki persis di depan permadaniku. Kamu masuk tanpa mengucapkan salam penghormatan kepadaku sebagai khalifah, dan juga tidak mencium tanganku. Lalu, kamu juga memanggilku hanya dengan nama kecilku, tanpa gelar dan kun-yahku. Dan, sudah begitu, kamu berani pula duduk di sampingku tanpa seizinku. Apakah semua itu bukan penghinaan terhadapku?"

"Wahai Hisyam!" jawab Thawus, "Kutanggalkan alas kakiku karena aku juga menanggalkannya lima kali sehari ketika aku menghadap Tuhanku, Allah 'Azza wa Jalla. Dia tidak marah, apalagi murka kepadaku lantaran itu."

"Aku tidak mencium tanganmu lantaran kudengar Amirul Mukminin Ali Radhiyallahu 'anhu pernah berkata bahwa seorang tidak boleh mencium tangan orang lain, kecuali tangan istrinya karena syahwat atau tangan anak-anaknya karena kasih sayang."

"Aku tidak mengucapkan salam penghormatan dan tidak menyebutmu dengan kata-kata amiirul mukminin lantaran tidak semua rela dengan kepemimpinanmu; karenanya aku enggan untuk berbohong."

"Aku tidak memanggilmu dengan sebutan gelar kebesaran dan kun-yah lantaran Allah memanggil para kekasih-Nya di dalam Alquran hanya dengan sebutan nama semata, seperti ya Daud, ya Yahya, ya 'Isa; dan memanggil musuh-musuh-Nya dengan sebutan kun-yah seperti Abu Lahab...."

"Aku duduk persis di sampingmu lantaran kudengar Amiirul Mukminin Ali ra pernah berkata bila kamu ingin melihat calon penghuni neraka, maka lihatlah orang yang duduk sementara orang di sekitarnya tegak berdiri."

Mendengar jawaban Thawus yang panjang lebar itu, dan juga kebenaran yang terkandung di dalamnya, khalifah pun tafakkur karenanya. Lalu ia berkata, "Benar sekali apa yang Anda katakan itu. Nah, sekarang berilah aku nasehat sehubungan dengan kedudukan ini!"

"Kudengar Amiirul Mukminin Ali ra berkata dalam sebuah nasehatnya," jawab Thawus, "Sesungguhnya dalam api neraka itu ada ular-ular berbisa dan kalajengking raksasa yang menyengat setiap pemimpin yang tidak adil terhadap rakyatnya."

Mendengar jawaban dan nasehat Thawus seperti itu, khalifah hanya terdiam, tak mengeluarkan sepatah kata pun. Ia menyadari bahwa menjadi seorang pemimpin harus bersikap arif dan bijaksana serta tidak boleh meninggalkan nilai-nilai keadilan bagi seluruh rakyatnya. Setelah berbincang-bincang beberapa lamanya perihal masalah-masalah yang penting yang ditanyakan oleh khalifah, Thawus al-Yamani pun meminta diri. Khalifah pun memperkenankannya dengan segala hormat dan lega dengan nasehat-nasehatnya.

Saudaraku,..
Janganlah lemah kalau Anda hendak menegur penguasa yang menyeleweng, tapi janganlah pula Anda merendahkan mereka dengan caci-maki yang kejam. Islam itu baik dan penuh kasih sayang, maka sampaikanlah nasehat-nasehat dalam bingkai kebaikan dan kasih sayang yang indah. Dan jangan takut jikakalau mereka akan mencelakakan Anda karena nasehat tersebut. Jika iman Anda terhadap kekuasaan Allah masih tertata dengan baik, sungguh Anda tak perlu khawatir terhadap apapun yang akan terjadi dengan hidup Anda. Allah itu Maha Baik dan akan selalu menjaga orang-orang yang baik dan mereka yang memiliki niat yang baik.