Sabtu, 29 Januari 2011

Kemuliaan Ilmu

 
Saudaraku,…
Islam dipahami oleh seluruh umat manusia di dunia ini melalui ilmu yang disampaikan melalui Rasulullah Muhammad SAW. Hal inilah yang menjadikan ilmu lebih penting daripada amal perbuatan yang sholeh. Amal perbuatan yang baik diawali oleh pengetahuan yang baik tentang kebaikan. Bahkan sebuah keburukan diawali oleh pengetahuan tentang keburukan.

Seseorang yang mamu mendekatkan diri kepada Allah dengan amal perbuatan sholeh, seperti tahajud, dzikir, puasa dan sebagainya, tentu sebelumnya telah memperoleh pemahaman dan pengetahuan mengenai amalan perbuatan sholeh tersebut. Sungguh sangat buruk jika amalan sholeh diawali oleh sebuah pengetahuan yang keliru. Karena hsil akhirnya pun akan berbahaya bagi keimanan dan aqidah yang akan dibangun kemudian.  Dan lihatlah saudaraku, banyak sekali saudara kita yang beribadah dengan membelakangi wajah Tuhannya.

Sahabat Rasulullah Saw,  Ali Bin abu Thalib ra. Dikenal sebagai orang yang pandai, bahkan oleh Rasulullah Saw. Ia disebut dengan julukan “gerbang ilmu.” Sedangkan Rasulullah Muhammad Saw merupakan kota ilmu. Terdapat sebuah riwayat yang menarik mengenai julukan yang disematkan kepada sahabat Rasulullah Saw tersebut.

Pada suatu ketika Rasulullah Saw. pernah menyatakan bahwa dirinya diibaratkan sebagai kota ilmu, sementara Ali bin Abu Thalib adalah gerbangnya ilmu. Mendengar pernyataan yang demikian, sekelompok kaum Khawarij tidak mempercayainya. Mereka tidak percaya, apa benar Ali bin Abu Thalib cukup pandai sehingga ia mendapat julukan "gerbang ilmu" dari Rasulullah Saw.

Berkumpullah sepuluh orang dari kaum Khawarij. Kemudian mereka bermusyawarah untuk menguji kebenaran pernyataan Rasulullah tersebut. Seorang di antara mereka berkata, "Mari sekarang kita tanyakan pada Ali tentang suatu masalah saja. Bagaimana jawaban Ali tentang masalah itu. Kita bisa menilai seberapa jauh kepandaiannya. Bagaimana? Apakah kalian setuju?"

"Setuju!" jawab mereka serentak.

"Tetapi sebaiknya kita bertanya secara bergiliran saja", saran yang lain. "Dengan begitu kita dapat mencari kelemahan Ali. Namun bila jawaban Ali nanti selalu berbeda-beda, barulah kita percaya bahwa memang Ali adalah orang yang cerdas."
"Baik juga saranmu itu. Mari kita laksanakan!" sahut yang lainnya.
Hari yang telah ditentukan telah tiba. Orang pertama datang menemui Ali lantas bertanya, "Manakah yang lebih utama, ilmu atau harta?"

"Tentu saja lebih utama ilmu," jawab Ali tegas.

"Ilmu adalah warisan para Nabi dan Rasul, sedangkan harta adalah warisan Qarun, Fir'aun, Namrud dan lain-lainnya," Ali menerangkan.
Setelah mendengan jawaban Ali yang demikian, orang itu kemudian mohon diri. Tak lama kemudian datang orang kedua dan bertanya kepada Ali dengan pertanyaan yang sama. "Manakah yang lebih utama, ilmu atau harta?"

"Lebih utama ilmu dibanding harta," jawab Ali.

"Mengapa?"

"Karena ilmu akan menjaga dirimu, sementara harta malah sebaliknya, engkau harus menjaganya."

Orang kedua itu pun pergi setelah mendengar jawaban Ali seperti itu. Orang ketiga pun datang menyusul dan bertanya seperti orang sebelumnya.

"Bagaimana pendapat tuan bila ilmu dibandingkan dengan harta?"
Ali kemudian menjawab bahwa, "Harta lebih rendah dibandingkan dengan ilmu?"

"Mengapa bisa demikian tuan?" tanya orang itu penasaran.

"Sebab orang yang mempunyai banyak harta akan mempunyai banyak musuh. Sedangkan orang yang kaya ilmu akan banyak orang yang menyayanginya dan hormat kepadanya."

Setelah orang itu pergi, tak lama kemudian orang keempat pun datang dan menanyakan permasalahan yang sama. Setelah mendengar pertanyaan yang diajukan oleh orang itu, Ali pun kemudian menjawab, "Ya, jelas-jelas lebih utama ilmu."

"Apa yang menyebabkan demikian?" tanya orang itu mendesak.

"Karena bila engkau pergunakan harta," jawab Ali, "jelas-jelas harta akan semakin berkurang. Namun bila ilmu yang engkau pergunakan, maka akan semakin bertambah banyak."

Orang kelima kemudian datang setelah kepergian orang keempat dari hadapan Ali. Ketika menjawab pertanyaan orang ini, Ali pun menerangkan, "Jika pemilik harta ada yang menyebutnya pelit, sedangkan pemilik ilmu akan dihargai dan disegani."

Orang keenam lalu menjumpai Ali dengan pertanyaan yang sama pula. Namun tetap saja Ali mengemukakan alasan yang berbeda. Jawaban Ali tersebut ialah, "Harta akan selalu dijaga dari kejahatan, sedangkan ilmu tidak usah dijaga dari kejahatan, lagi pula ilmu akan menjagamu."

Dengan pertanyaan yang sama orang ketujuh datang kepada Ali. Pertanyaan itu kemudian dijawab Ali, "Pemilik ilmu akan diberi syafa'at oleh Allah Subhaanahu wa Ta'ala di hari kiamat nanti, sementara pemilik harta akan dihisab oleh Allah kelak."

Kemudian kesepuluh orang itu berkumpul lagi. Mereka yang sudah bertanya kepada Ali mengutarakan jawaban yang diberikan Ali. Mereka tak menduga setelah mendengar setiap jawaban, ternyata alasan yang diberikan Ali selalu berbeda. Sekarang tinggal tiga orang yang belum melaksanakan tugasnya. Mereka yakin bahwa tiga orang itu akan bisa mencari celah kelemahan Ali. Sebab ketiga orang itu dianggap yang paling pandai di antara mereka.

Orang kedelapan menghadap Ali lantas bertanya, "Antara ilmu dan harta, manakah yang lebih utama wahai Ali?"

"Tentunya lebih utama dan lebih penting ilmu," jawab Ali.

"Kenapa begitu?" tanyanya lagi.

"Dalam waktu yang lama," kata Ali menerangkan, "harta akan habis, sedangkan ilmu malah sebaliknya, ilmu akan abadi."

Orang kesembilan datang dengan pertanyaan tersebut. "Seseorang yang banyak harta", jawab Ali pada orang ini, "akan dijunjung tinggi hanya karena hartanya. Sedangkan orang yang kaya ilmu dianggap intelektual."
Sampailah giliran orang terakhir. Ia pun bertanya pada Ali hal yang sama. Ali menjawab, "Harta akan membuatmu tidak tenang dengan kata lain akan mengeraskan hatimu. Tetapi, ilmu sebaliknya, akan menyinari hatimu hingga hatimu akan menjadi terang dan tentram karenanya."

Ali pun kemudian menyadari bahwa dirinya telah diuji oleh orang-orang itu. Sehingga dia berkata, "Andaikata engkau datangkan semua orang untuk bertanya, insya Allah akan aku jawab dengan jawaban yang berbeda-beda pula, selagi aku masih hidup."

Kesepuluh orang itu akhirnya menyerah. Mereka percaya bahwa apa yang dikatakan oleh Rasulullah Saw di atas adalah benar adanya. Dan Ali memang pantas mendapat julukan "gerbang ilmu". Sedang mengenai diri Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sudah tidak perlu diragukan lagi.

Saudaraku, ..
Bagian paling penting adalah bukan banyak atau sedikitnya ilmu atau pengetahuan yang kita miliki, tetapi sebaik apa kita melakukan perbuatan baik dengan pengetahuan yang kita miliki. Berdoalah agar setiap pengetahuan yang kita miliki mampu mendekatkan kita kepada Allah dengan jarak yang sedekat-dekatnya.

Senin, 03 Januari 2011

Pertobatan Yang Sejati

Saudaraku, ....
Kita sebagai manusia sungguh makhluk yang sangat lemah terhadap pesona dunia dan syaitan yang sangat kuat. Dan memang tidak ada seorang manusia pun yang tidak berdosa, bahkan Rasulullah Saw pun pernah ditegur oleh Allah SWT karena sebuah kelalaian. Yang menjadi titik tolak bukanlah berdosa atau tidaknya manusia tersebut, tetapi terletak kepada upayanya untuk membersihkan diri dari sekian banyak dosa yang melekat kepada dirinya. Betapapun banyaknya dosa yang kita lakukan selalu terbuka pintu pertobatan yang sangat luas. Yang dibutuhkan hanyalah tobat yang sejati.

Mengenai hal ini, Imam Malik bin Dinar memiliki sebuah cerita tentang pertobatan sejati seorang pemuda. Suatu hari beliau pernah berkata, “Ketika kami mengerjakan ibadah haji, kami mengucapkan talbiyah dan berdoa kepada Allah, tiba-tiba aku melihat pemuda yang masih sangat muda usianya memakai pakaian ihram menyendiri di tempat penyendiriannya tidak mengucapkan talbiyah dan tidak berdzikir mengingat Allah seperti orang-orang lainnya. Aku mendatanginya dan bertanya, 'mengapa dia tidak mengucapkan talbiyah ?'"

Dia menjawab, "Apakah talbiyah mencukupi bagiku, sedangkan aku sudah berbuat dosa dengan terang-terangan. Demi Allah! Aku khawatir bila aku mengatakan labbaik maka malaikat menjawab kepadaku, 'tiada labbaik dan tiada kebahagiaan bagimu'. Lalu aku pulang dengan membawa dosa besar."

Aku bertanya kepadanya, "Sesungguhnya kamu memanggil yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Dia bertanya, "Apakah kamu menyuruhku untuk mengucapkan talbiyah? "

Aku menjawab, "Ya."

Kemudian dia berbaring di atas tanah, meletakkan salah satu pipinya ke tanah mengambil batu dan meletakkannya di pipi yang lain dan mengucurkan air matanya sembari berucap, "Labbaika Allaahumma labbaika, sungguh telah kutundukkan diriku kepada-Mu dan badan telah kuhempaskan di hadapan-Mu."
Lalu aku melihatnya lagi di Mina dalam keadaan menangis dan dia bekata, "Ya Allah, sesungguhnya orang-orang telah menyembelih kurban dan mendekatkan diri kepada-Mu, sedangkan aku tidak punya sesuatu yang bisa kugunakan untuk mendekatkan diri kepadamu kecuali diriku sendiri, maka terimalah pengorbanan dariku. Kemudian dia pingsan dan tersungkur mati. Akupun mohon kepada Allah agar dia mau menerimanya.”

Saudaraku,...
Sudahkah penyelesalan kita terhadap dosa-dosa mencapai tingkatan yang sedalam itu? Setiap pendosa memang sepatutnya memperbaiki kesalahan tanpa banyak pertimbangan. Ia hanya cukup menyesali keburukan yang pernah dikerjakan, lalu melakukan kebajikan sebanyak mungkin. Karena hati manusia ini sungguh lemah. Kita tidak pernah tahu, di masa depan apakah kekuatan iman dan islam kita mampu melindungi kita dari gencarnya bujukan syaitan yang mendatangi kita. Karena itu janganlah memberikan ruang sekecil apapun untuk melakukan keburukan, walaupun itu sebuah gurauan untuk seorang sahabat terdekat. Insya Allah, kita akan mendapatkan pertolongan-Nya dalam setiap keadaan. Amiin!