Saudaraku, …
Saya ingin berbagi kisah kebaikan tentang seorang
tokoh Islam yang luar biasa kebaikannya. Ia adalah Syaikh Abdul Ghani. Kebiasaan
beliau adalah dia kerap membagi-bagikan apa yang ia peroleh kepada orang-orang
yang membutuhkan di sekitarnya. Pernah suatu malam, ia menutup mukanya untuk
membagi-bagikan gandum yang ia miliki kepada masyarakat sekitar. Begitu pun
ketika ia mendapatkan beberapa kain, hari itu juga ia membagi-bagikan kepada
orang sekitar, tanpa menyisakan sedikit pun. Padahal, pakaiannya sendiri sudah
sobek.
Seseorang pernah terbingung-bingung ketika
mengetahui utangnya sudah lunas. Ia pun bertanya, “Siapa yang telah melunasi
utang-utangku?”
Dengan syarat tidak memberitahukan kepada siapa
pun, si pemberi utang pun mengatakan, “Al-Hafizh Abdul Ghani!”
Tidak ada hari-hari berlalu buat Syaikh Abdul Ghani kecuali ia isi dengan belajar, mengajar, dan ibadah. Setiap hari, seusai shalat Subuh, Abdul Ghani langsung menemui murid-muridnya untuk mengajarkan mereka Alquran dan hadits. Setelah selesai, ia berwudhu untuk menunaikan shalat sunnah hingga menjelang waktu Zhuhur. Ia tidur sebentar, untuk kemudian shalat Zhuhur.
Seusai shalat Zhuhur, Abdul Ghani meriwayatkan suatu hadits atau menulis kitab hingga Ashar, dan disambung lagi kegiatan itu sampai datang Maghrib. Kalau ia tidak sedang berpuasa, ia isi antara Maghrib dengan Isya dengan sejumlah shalat sunnah.
Setelah shalat Isya, biasanya ia tidur dan kemudian bangun pada tengah malam. Sepanjang tengah malam itu, Abdul Ghani melakukan qiyamul lail hingga datang fajar, begitu seterusnya, hingga Allah swt. memanggilnya di usia sekitar 65 tahun setelah sakit yang ia alami selama kurang lebih enam belas hari.
Seorang ulama salaf, Abu Musa Al-Madini mengatakan, “Jarang orang yang datang kepada kami dengan pemahaman ilmu hadits seperti pemahaman Syaikh Imam Dhiyauddin Abu Muhammad Abdul Ghani Al-Maqdisi. Ia telah diberi taufik dalam menjelaskan kesalahan-kesalahan yang ada. Sekiranya Imam Ad-Daruquthni dan orang-orang sepertinya hidup di zaman Abdul Ghani, mereka pasti menganggap benar perbuatannya.”
Kalau melihat kemungkaran, ulama hadits ini langsung mencegahnya dengan tangan atau lisannya. Dalam membela agama Allah, Abdul Ghani tidak menghiraukan hinaan orang sekitar.
Di mana pun ketika Abdul Ghani mendapati khamar, ia akan menghancurkan dan membuangnya di jalan. Tak peduli siapa pun pemiliknya. Begitu pun terhadap alat-alat musik seperti biola, gitar, sejenis rebana, dan sebagainya; langsung saja ia rusak dan buang.
Suatu kali, tanpa disadari Abdul Ghani, seorang pemilik khamar menghunus pedang. Ketika menyadari itu, ia bukannya takut, justru lebih bersemangat mendekati sang pemilik. Saat itulah justru si pemilik khamar yang merasa takut dengan keberanian ulama yang hidup di masa putera Shalahuddin ini.
Abdul Ghani punya rumus sendiri terhadap keberaniannya mencegah kemungkaran. Ia membacakan firman Allah surah Luqman ayat 17. “Dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.”
Seorang penguasa di zamannya, Al-‘Adil, pernah mengungkapkan ketakutannya terhadap sosok Abdul Ghani. Kalau ulama ini datang berkunjung ke istana, sang raja langsung berdiri memberikan hormat. Bukan sebaliknya.
Di lain kesempatan, beberapa staf kerajaan mengungkapkan keheranannya. “Wahai raja, Abdul Ghani tak lebih dari seorang ahli fikih,” ucap mereka. Al-‘Adil mengatakan, “Aku tidak takut kepada seseorang melebihi takutku kepada Abdul Ghani. Bila ia mendatangiku, seolah aku melihat binatang buas mengerikan menghampiriku.”
Suatu kali, Abdul Ghani pernah masuk ke istana seorang sultan di Damaskus bernama Al-Afdhal. Di sebuah lemari pajangan, terdapat beberapa alat musik. Saat itu juga, Abdul Ghani langsung menghancurkan alat-alat musik tersebut. Setelah itu, ia membacakan sebuah hadits. Ia mengatakan, “Menurutku, alat musik adalah haram!” Saat itu, tak seorang pun yang berani mengomentari tindakan sang ulama, termasuk sultan dan bawahannya.
Selain karena penguasaan ilmu hadits yang begitu tinggi, sifat zuhud syaikh Abdul Ghani juga menguatkan kewibawaannya di depan orang banyak, termasuk penguasa. Penulis empat puluh satu kitab ini hampir tidak pernah menyimpan uang satu dirham pun, kecuali uang itu ia infakkan.
Dalam kitab Dzailu Thobaqoot Hanabilah karya
tulis Ibnu Rajab disebutkan riwayat hidup Abdul Ghani al Maqdis, seorang imam
pentolan yant tunduk patuh kepada Allah lagi bukan termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Allah, penulis kitab Al Kamal fii Asma ir Rijaal tentang ilmu
hadist yang belum pernah ada tulisan yang semisal dengannya. Ibnu Rajab
menceritakan bahwa
Abdul Ghani ketika dipenjara dimasukkan ke dalam sel bersama dengan sejumlah
orang-orang Yahudi. Setiap malam hari Abdul Ghani bangun melakukan shalat
sunnah malam hari. Setipa kali shalat dua raka'at, ia mengerjakannya dengan
menangis hingga tangisannya mengalahkan suaranya.
Selanjutnya, ia berwudhu' dan shalat dua rakaat lagi dengan menangis, demikianlah seterusnya hingga pagi hari. Setelah orang-orang Yahudi yang bersamanya dalam penjara melihat sikapnya itu, maka pada pagi harinya mereka semua masuk Islam. Mereka masuk Islam karena ketakutan melihar orang alim yang ahli ibadah ini dan tangisannya yang besar serta bacaannya yang begitu hangat.
Para penghuni penjara lainnya bertanya kepada mereka, "Mengapa kalian masuk Islam?", tukasnya.
Seseorang diantara orang-orang Yahudi itu menjawab, "Demi Allah, sesungguhnya aku telah melalui suatu malam yang belum pernah kualami sepanjang hidupku. Demi Allah, dia telah menggambarkan kepada kami keadaan hari Kiamat".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar