Jumat, 11 Oktober 2013

TIADA TUHAN SELAIN ALLAH bagian 1



Assalaamu ’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh. Alhamdulilaahi rabbil ‘aalamiin. Washalaatu wassalaamu ‘alaa asyrafil anbiyaai wal mursaliin. Nabiyyinaa Muhammadin shallaallahu ‘alaihi wasallama. Wa ‘alaa aalihi wa azwaajihii wa dzurriyyatihii wa ash-haabihii wa ummatihii ilaa yamuddiin. Bismillaahirrahmaanirrahiim. Ammaa ba’du.

Sempatkan baca tulisan selangan ini ya… Sebagai contoh satu interaksi antara seorang manusia dengan Khaliq-Nya, dengan Allah. Saat saya menyempurnakan tulisan ini, saya sempatkan mandiin anak-anak saya. Saya mencoba mengikuti apa yang dicontohkan ibu saya. Mandiin saya di waktu kecil dengan “air doa”, dengan “air shalawat”.

Maksudnya apa?


Maksudnya, sambil mandiin sambil doa sambil shalawat. Doa dan shalawat itu bisa diucapkan lewat lisan, dan bisa diucapkan lewat hati. Tatkala saya membuka pakaian anak-anak, saya baca doa dan baca shalawat. Apa yang diperlukan sama anak kita untuk hari yang dilaluinya, dan apa yang kita inginkan dari anak kita, dari Allah, kita sampaikan kepada Allah. Sambil buka bajunya kita sampaikan kepada Allah. Demikian tatkala nanti mengeringkan badannya anak, dan memakaikan pakaiannya. Saya coba penuhi dengan doa dan shalawat kepada Rasul.

Kelak bukan hanya saat mandiin, ngeringin badan, makein atau buka baju, doa dan shalawat. Namun di banyak kesempatan. Tatkala bangunin mereka dari tidur, dan tatkala nidurin mereka. Tatkala mereka pamit sekolah dan pulang dari sekolah. “Mandiin” diri anak-anak kita dengan doa dan shalawat. Jangan pelit-pelit berdoa dan bershalawat. Selain itu sebagai tanda Saudara terhubung terus sama Allah, juga ia menjadi pahala buat Saudara. Menjadi sesuatu yang bila “dikumpulkan” sebagai bekal hari akhir, akan sangat besar juga. Sebab doa dan shalawat adalah ibadah. Usahakan doa dan shalawat itu terucap. Supaya anak kita juga dengar, dan menjadi pembelajaran. Dan usahakan lagi doa dan shalawat itu pake hati. Yang tulus, yang yakin.

UNTUK SAUDARA YANG BELOM MEMILIKI ANAK KETURUNAN, DAN BAHKAN YANG BELOM MEMILIKI JODOH, saya doakan Saudara segera diberi hadiah Allah jodoh yang saleh salehah dan keturunan yang saleh salehah. Saya HENTIKAN dulu menulis ini, mudah-mudahan ini tidak menjadi riya dan sum’ah. Saya hentikan sebab saya mau shalat dua rakaat, shalat sunnah hajat, untuk Saudara-Saudara Onliners yang betul-betul belom memiliki jodoh dan keturunan. Agar Saudara betul-betul diberi Allah. Laa-ilaa-ha-illaallah. Hanya Allah yang bisa menghadirkan jodoh dan anak keturunan buat Saudara. Dan Allah Maha Kuasa.

Ok, mohon izin sebentar saya ambil wudhu, shalat, dan baca shalawat, untuk Saudara.

Dan kiranya beginilah Saudara bagi saudaranya Saudara yang lain. Saling memberi hadiah kebaikan dan doa. Buat yang luang waktunya, dan dalam keadaan bisa shalat, silahkan jeda sebentar, ambil wudhu juga, lalu shalat sunnah 2 rakaat, dan baca shalawat. Shalawatnya 10x cukup, sebagai pengantar doa Saudara buat diri Saudara dan buat saudaranya Saudara, termasuk saudaranya Saudara di KuliahOnline ini yang boleh jadi Saudara sama sekali ga tau dan ga kenal. Sebut saja dalam doa yang sederhana: Ya Allah, bila ada peserta KuliahOnline yang belom memiliki jodoh dan anak keturunan, berikan mereka jodoh dan anak keturunan, yang saleh salehah lagi bagus dunia akhiratnya. Kira-kira begitu.

Nanti nih, salah satu yang diajarkan di KuliahOnline adalah Saudara berdoa untuk orang lain. Tidak selalu harus untuk diri Saudara sendiri. Hal sepele seperti Saudara mendengar tangisan anak bayi di dalam bus, sama-sama penumpang, Saudara kemudian sempatkan mendoakan anak tersebut supaya berhenti nangisnya dan nyaman ibunya, nyaman juga penumpang lain. Ada kawannya Saudara, satu kantor, “terdengar” oleh Saudara, bahwa ia kena kanker, Saudara doakan dia. Saudara bisa memberitahu yang didoakan, sebagai kebaikan, atau Saudara boleh menyembunyikannya. Terserah saja. Jika diberi tahu kepada yang didoakan, seperti saya memberi tahu Saudara semua bahwa saya hentikan dulu ngajarnya untuk shalat dan doa, niscaya akan senanglah hatinya. Sebab didoakan. Didoakannya pake shalawat dan shalat lagi. Dan ini semua insya Allah jadi kebaikan buat kita juga.


***
Mudah-mudahan Saudara yang sudah sampe ke paragraf ini dalam keadaan sudah mengikuti saya; shalat, doa dan shalawat untuk yang lain.

Saya shalat atas izin Allah dengan membaca ayat yang di dalamnya ada perihal jodoh dan anak keturunan. Silahkan ikut dibuka Qur’annya. Saudara baca Qs. Aali ‘Imraan: 33-51 dan Qs. al Anbiyaa: 87-92. Insya Allah di sesi berikutnya saya sampaikan bacaan Qur’an saya dari ayat-ayat tersebut. Insya Allah akan segera diupload seperti al An’am tempo hari. Sebagai bacaan hadiah buat Saudara.

Nanti perhatikan al Anbiyaa ayat 89, kata-kata “fardan” sebenernya menunjukkan kesendirian Nabi Zakaria dan istrinya yang belom memiliki anak keturunan. Tapi insya Allah tidak mengapa dipake buat yang belom memiliki jodoh. Mudah-mudahan Allah yang menurunkan wahyu, tidak menyalahkan ayat ini dipake juga sebagai doa buat yang belom berjodoh.

Oh ya, sekedar jadi pelajaran tambahan di sesi ini, tadi saya doakan juga sekalian buat YANG SUDAH PUNYA JODOH DAN ANAK KETURUNAN. Supaya masing-masing jodoh dan anak keturunan yang saleh salehah, dan menjadikan diri kita semua hamba-hamba-Nya yang saleh salehah. Aamiin.

Ok, saya menyita Saudara semua ya? Engga lah. Kiranya ini pelajaran juga buat Saudara.

Alhamdulillaah saat menulis ini dan usai shalat, shalawat dan doa, ibu kandung saya datang. Saya gunakan kesempatan untuk mendoakan Saudara semua. Allah Maha Luar Biasa. Saya sedang mengenang masa kecil saya bersama ibu yang kemudian jadi pelajaran buat Saudara semua. Bukan sekedar mengenang. Tapi saya tulis. Eh yang ditulis, datang. Subhaanallaah. Nikmat benar Saudara ini. Mudah-mudahan Onliners yang datang belakangan pun mendapatkan limpahan berkah ini. Aamiin. Foto ibu saya mendoakan Saudara semua, saya minta kawan-kawan upload. Doakan ibu saya ya…

Sekedar mengenang, waktu kecil sampe agak besar, saya dimandiin sama ibu saya. Saat dibuka bajunya, dan dipakaikan kembali baju yang lain, ibu saya membaca doa dan shalawat.

Kebayang ya?

Sehabis mandi, saya didirikan di atas bale batu. Di sana saya dikeringkan dan dipakaikan pakaian. Nah, sambil ngeringin dan makein, saya diajak bicara sama ibu dan dibacakan shalawat. Saya mengingat, ada doa dari ibu yang dari hari ke hari doanya iiiiiitttuuuu itu saja. Relatif hampir sama.

Kata beliau: “Ibu doainn mudah-mudahan nanti Kamu bisa pergi ke Mekkah seperti pergi ke depan pintu. Kapan mau pergi, tinggal jalan ajah. Malahan kalau mau pergi keluar negeri yang lain, kayak ke pasar ajah. Tinggal jalan”.

Doa ini saya katakan, hampir sama saya dengar saban harinya. 1 hari dimandikan 2x. Sehari saya didoain dengan doa yang relatif sama. Ada tambahan-tambahannya, disesuaikan dengan keadaan. Tapi yang paling rutin dan sering adalah itu. Doa lainnya yang rutin dan sering adalah: “Mudah-mudahan bisa menggantikan Guru Mansur. Jadi ulama besar. Jadi orang yang didenger”…

Makin saya besar, makin saya “mengerti” bahwa doa ibu saya itu ga mungkin dikabul Allah. Pergi ke Mekkah masa sama dengan pergi ke depan pintu. Yang bener aja?

Protes lah saya. “Bu… Kalo doa itu ya yang mungkin-mungkin aja. Jangan yang ga mungkin…”

Alhamdulillah, saya malah “disemprot”…

“E e e e e… Mana ada yang ga mungkin buat Allah…? Kalau Allah sudah bilang Kun, Fayakuun…!!!”

“Lagian, ibu baca doanya pake shalawat. Ga mungkin ga dikabulkan.”

Saya diem dah tuh. Dan terus menikmati doa dan shalawatnya ibu.

Dan waktu pun berjalan. Zaman dan situasi berbeda. Dulu, umrah itu ga booming kayak sekarang. Pergi haji juga barangkali ketika saya kecil, ga dikenal pergi haji plus. Paling tidak, ga kayak sekarang dah. Subhaanallaah, nah doa ibu ketika mandiin saya, ngeringin badan saya, dan makein pakaian saya, dikabul Allah. Makin nyatalah bahwa DIA adalah Allah. Laa-ilaa-ha-illallaah. Tidak ada Tuhan selain Allah.

Belajar dari situ, belajar bahwa ga ada yang ga mungkin kalo kita berdoa, dan belajar untuk percaya dan yakin sama Allah, maka saya coba terapkan ulang sama anak-anak saya. Momen-momen apa saja dipakai untuk berdoa, mendoakan, dan didoakan. Berdoa bareng maksudnya, mendoakan anak, dan minta didoain anak.

Alhamdulillah, pagi-pagi saat mau menyempurnakan tulisan ini, masih dikasih kesempatan sama Allah mandiin anak dan menyiapkan sekolahnya.

Tatkala saya anter pake motor menuju sekolahnya, anak-anak, 2x angkut, karena 4 orang, he he he, saya ajak bershalawat di atas motor. “Ayo Bang, ayo De… kita baca shalawat….”. Lalu saya pimpin bacaannya. Kadang saya ganti sama baca tasbih. Kadang saya ganti sama ngobrol ringan sama anak-anak.

Okkeh, anak-anak sudah sekolah, dan alhamdulillah, makasih kepada Allah, masih diberi kesehatan dan umur. Mudah-mudahan kita semua diberi-Nya kesempatan untuk beribadah dan menyiapkan sebaik-baiknya amal dan sebanyakbanyaknya amal untuk bekal hari akhir.

Bismillaah ya. kita mulai belajar. He he, maaf ya. Dari tadi udah belajar sebenernya. Tapi belajar “selangan”. Berikut ini materi sebenernya dari sesi ke-2.
Maaf, maaf, maaaaaaaaaafff… Semoga manfaat.

Oh ya, supaya ga bingung, saya beritahu. Tulisan berikut ini ditulis dengan waktu YANG BERBEDA. Bukan berarti saya menulis selangan, lalu kemudian dirangkai tulisan berikut ini. Bukan. Tulisan berikut ini sudah ditulis duluan. Dan nulisnya beda. Kalo yang selangan ditulis pagi hari. Kalo yang berikut ini ditulis sebelom datang waktu shubuh. Ini saya sampaikan supaya Saudara ga bingung… [BERSAMBUNG]

Alhamdulilaahi rabbil ‘aalamiin. Washalaatu wassalaamu ‘alaa asyrafil anbiyaa-i wal mursaliin. Nabiyyinaa Muhammadin shallaallahu ‘alaihi wasallama. Wa ‘alaa aalihi wa azwaajihii wa dzurriyyatihii wa ash-haabihii wa ummatihii ilaa yamuddiin.Wassalaamu’alaikum Wr. Wb.

 
INFO SHADAQAH
 
Saya mengajak Anda untuk mendukung pembibitan Penghafal Al-Qur’an yang digagas oleh Ustadz Yusuf Mansur  dan Pondok Pesantren Penghafal Al-Qur’an (PPPA) Daarul Qur’an.

Silahkan sampaikan donasi nya di rekening Sbb :
Atas nama Yayasan Daarul Qur’an Nusantara

Bank Syariah Mandiri         : A/C. 074 006 5000
BCA                                        : A/C. 603 030 8041
Bank Muamalat                    : A/C. 303 003 3615
Bank Mandiri                        : A/C. 128 000 509 2975
Bank Bukopin Syariah        : A/C. 880 0420 017
Bank Mega Syariah            : A/C. 100 000 6822
Bank BNI Syariah                                : A/C. 1699 1699 6
Bank DKI Syariah                                : A/C. 701 700 9003
Bank Permata Syariah       : A/C. 97 1010 606
Bank Danamon Syariah     : A/C. 731 34 769
BRI                                         : A/C. 0523 01 0000 34 30 4

Konfirmasikan sedekah Anda melalui sms ke : 081519002828. Untuk konfirmasi sedekah Anda, ketik : Konfirmasi/Nama/Via Bank/Nominal Sedekah/Tanggal Transfer/Nomor Resi/Keterangan Donasi (infak/sedekah/wakaf). Hajat. Lalu kirinkan ke alamat HP tersebut di atas.
 
Semoga para donator dilipatgandakan pahalanya dan disegerakan dengan rizki berlimpah berkah penuh kebaikan. Amin.

Informasi lebih lanjut, silahkan kunjungi link ini:
http://www.pppa.co.id


Tulisan ini dikutip dari artikel :

Selasa, 01 Oktober 2013

MENAMPAKKAN KEINDAHAN ISLAM

Saudaraku,…
Suatu saat, adzan Maghrib tiba. Kami bersegera shalat di sebuah mesjid yang dikenal dengan tempat mangkalnya aktivis Islam yang mempunyai kesungguhan dalam beribadah. Di sana tampak beberapa pemuda yang berpakaian “khas Islam” sedang menantikan waktu shalat. Kemudian, adzan berkumandang dan qamat pun segera diperdengarkan sesudah shalat sunat. Hal yang menarik adalah begitu sungguh-sungguhnya keinginan imam muda untuk merapikan shaf. Tanda hitam di dahinya, bekas tanda sujud, membuat kami segan. Namun, tatkala upaya merapikan shaf dikatakan dengan kata-kata yang agak ketus tanpa senyuman, “Shaf, shaf, rapikan shafnya!”, suasana shalat tiba-tiba menjadi tegang karena suara lantang dan keras itu. Karuan saja, pada waktu shalat menjadi sulit khusyu, betapa pun bacan sang imam begitu bagus karena terbayang teguran yang keras tadi.

Seusai shalat, beberapa jemaah shalat tadi tidak kuasa menahan lisan untuk saling bertukar ketegangan yang akhirnya disimpulkan, mereka enggan untuk shalat di tempat itu lagi. Pada saat yang lain, sewaktu kami berjalan-jalan di Perth, sebuah negara bagian di Australia, tibalah kami di sebuah taman. Sungguh mengherankan, karena hampir setiap hari berjumpa dengan penduduk asli, mereka tersenyum dengan sangat ramah dan menyapa “Good Morning!” atau sapa dengan tradisinya. Yang semuanya itu dilakukan dengan wajah cerah dan kesopanan. Kami berupaya menjawab sebisanya untuk menutupi kekagetan dan kekaguman. Ini negara yang sering kita sebut negara kaum kafir.
 



Dua keadaan ini disampaikan tidak untuk meremehkan siapapun tetapi untuk mengevaluasi kita, ternyata luasnya ilmu, kekuatan ibadah, tingginya kedudukan, tidak ada artinya jikalau kita kehilangan perilaku standar yang dicontohkan Rasulullah SAW, sehingga mudah sekali merontokan kewibawaan dakwah itu sendiri.

Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan dengan berinteraksi dengan sesama ini, bagaimana kalau kita menyebutnya dengan 5 (lima) S : Senyum, salam, sapa, sopan, dan santun.

Kita harus meneliti relung hati kita jikalau kita tersenyum dengan wajah jernih kita rasanya ikut terimbas bahagia. Kata-kata yang disampaikan dengan senyuman yang tulus, rasanya lebih enak didengar daripada dengan wajah bengis dan ketus. Senyuman menambah manisnya wajah walaupun berkulit sangat gelap dan tua keriput. Yang menjadi pertanyaan, apakah kita termasuk orang yang senang tersenyum untuk orang lain? Mengapa kita berat untuk tersenyum, bahkan dengan orang yang terdekat sekalipun. Padahal Rasulullah yang mulia tidaklah berjumpa dengan orang lain kecuali dalam keadaan wajah yang jernih dan senyum yang tulus. Mengapa kita begitu enggan tersenyum? Kepada orang tua, guru, dan orang-orang yang berada di sekitar kita?

S yang kedua adalah salam. Ketika orang mengucapkan salam kepada kita dengan keikhlasan, rasanya suasana menjadi cair, tiba-tiba kita merasa bersaudara. Kita dengan terburu-buru ingin menjawabnya, di situ ada nuansa tersendiri. Pertanyaannya, mengapa kita begitu enggan untuk lebih dulu mengucapkan salam? Padahal tidak ada resiko apapun. Kita tahu di zaman Rasulullah ada seorang sahabat yang pergi ke pasar, khusus untuk menebarkan salam. Negara kita mayoritas umat Islam, tetapi mengapa kita untuk mendahului mengucapkan salam begitu enggan? Adakah yang salah dalam diri kita?

S ketiga adalah sapa. Mari kita teliti diri kita kalau kita disapa dengan ramah oleh orang lain rasanya suasana jadi akrab dan hangat. Tetapi kalau kita lihat di mesjid, meski duduk seorang jamaah di sebelah kita, toh nyaris kita jarang menyapanya, padahal sama-sama muslim, sama-sama shalat, satu shaf, bahkan berdampingan. Mengapa kita enggan menyapa? Mengapa harus ketus dan keras? Tidakkah kita bisa menyapa getaran kemuliaan yang hadir bersamaan dengan sapaan kita?

S keempat, sopan. Kita selalu terpana dengan orang yang sopan ketika duduk, ketika lewat di depan orang tua. Kita pun menghormatinya. Pertanyaannya, apakah kita termasuk orang yang sopan ketika duduk, berbicara, dan berinteraksi dengan orang-orang yang lebih tua? Sering kita tidak mengukur tingkat kesopanan kita, bahkan kita sering mengorbankannya hanya karena pegal kaki, dengan bersolonjor misalnya. Lalu, kita relakan orang yang di depan kita teremehkan. Patut kiranya kita bertanya pada diri kita, apakah kita orang yang memiliki etika kesopanan atau tidak.

S kelima, santun. Kita pun berdecak kagum melihat orang yang mendahulukan kepentingan orang lain di angkutan umum, di jalanan, atau sedang dalam antrean, demi kebaikan orang lain. Memang orang mengalah memberikan haknya untuk kepentingan orang lain, untuk kebaikan. Ini adalah sebuah pesan tersendiri. Pertanyaannya adalah, sampai sejauh mana kesantunan yang kita miliki? Sejauh mana hak kita telah dinikmati oleh orang lain dan untuk itu kita turut berbahagia? Sejauh mana kelapangdadaan diri kita, sifat pemaaf ataupun kesungguhan kita untuk membalas kebaikan orang yang kurang baik?

Saudara-saudaraku, Islam sudah banyak disampaikan oleh aneka teori dan dalil. Begitu agung dan indah. Yang dibutuhkan sekarang adalah, mana pribadi-pribadi yang indah dan agung itu? Yuk, kita jadikan diri kita sebagai bukti keindahan Islam, walau secara sederhana. Amboi, alangkah indahnya wajah yang jernih, ceria, senyum yang tulus dan ikhlas, membahagiakan siapapun. Betapa nyamannya suasana saat salam hangat ditebar, saling mendo’akan, menyapa dengan ramah, lembut, dan penuh perhatian. Alangkah agungnya pribadi kita, jika penampilan kita selalu sopan dengan siapapun dan dalam kondisi bagaimana pun. Betapa nikmatnya dipandang, jika pribadi kita santun, mau mendahulukan orang lain, rela mengalah dan memberikan haknya, lapang dada,, pemaaf yang tulus, dan ingin membalas keburukan dengan kebaikan serta kemuliaan.

Saudaraku, Insya Allah. Andai diri kita sudah berjuang untuk berperilaku lima S ini, semoga kita termasuk dalam golongan mujahidin dan mujahidah yang akan mengobarkan kemuliaan Islam sebagaimana dicita-citakan Rasulullah SAW, Innama buitsu liutammima makarimal akhlak, “Sesungguhnya aku diutus ke bumi ini untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.

Allahumma sholli ‘ala sayyidina muhammadin wa alihi wa shohbihi wasallim. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuhu.




Tulisan ini dikutip dari e-book :
Kumpulan Tausyiah K.H. Abdullah Gymnastiar

Disusun dan diedit ulang oleh :