Selasa, 26 Juni 2012

MENJADIKAN AL QUR'AN CAHAYA KEHIDUPAN

Saudaraku,..
Al-Quran tidak cukup dibaca saja. Sekalipun membaca saja memperoleh pahala, dihitung setiap hurufnya. al-Quran akan menjadi penggugat kita di hadapan Allah SWT (hujjatu ‘alaina) manakala tidak diamalkan isinya. Membaca al-Quran harus dibarengi dengan memahami maknanya dan mengamalkannya dalam segala aspek kehidupan. Agar lahir kehidupan pribadi yang berkualitas secara lahir dan batin, keluarga sakinah mawaddah wa rahmah, masyarakat yang diberkahi, negara yang aman, beberapa negara yang makmur, penuh ampunan Tuhan.

Namun realitasnya kini, umat Islam tidak mensyukuri nikmat al-Quran. Kitab suci ini belum dijadikan resep untuk mengelola kerumitan kehidupan, tetapi sekedar dijadikan mantra, sehingga tidak berefek apa pun pada perubahan pola pikir, sudut pandang, orientasi dan perilaku kehidupan dalam skala individu, keluarga, bangsa dan negara.

Yang lebih ironis, sebagian umat Islam memandang al-Quran diturunkan untuk orang yang telah mati. Ketika hidup firman Allah SWT tersebut disimpan rapat-rapat di almari. Baru ketika meninggal, minta dibacakan orang lain. Sikap tersebut menggambarkan bahwa al-Quran hanya dijadikan mantra yang bernuansa mistik, tidak dijadikan resep dalam mengelola pasang surut (fluktuasi) kehidupan di dunia ini.

Perlakuan kita  terhadap al-Quran ini, mungkin menyebabkan krisis multidimensional yang bersifat mikro (‘azamat shughra) dan krisis global (‘azamat kubra).

"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta\". Berkatalah ia: \"Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat ?\" (QS. Thaha (20) : 124).

Maksud kehidupan yang sempit, adalah kehidupan yang didera/dibelit dengan berbagai persoalan dan tidak menemukan jalan keluarnya. Atau kehidupan yang serba cukup, dengan tersedianya makanan, pakaian dan tempat tinggal. Tetapi semua yang dimilikinya itu justru membuat lubang kehancurannya (istidraj). Sehingga dia tidak bisa memaknai dan menikmatinya. Adapula yang berpendapat, disempitkan liang lahatnya. Ketika meninggal, tempat peristirahatannya yang terakhir menolaknya, sekalipun sebelumnya lubang kuburnya telah diukur melebihi jasadnya.

Kiat Sukses Berinteraksi dengan Al-Quran
Untuk mengembalikan kita pada pola interaksi yang benar terhadap al-Quran, sehingga al-Quran kembali menjadi sumber kekuatan kita untuk membangun peradaban (iman dan islam), kiat-kiat berikut ini sangat perlu diwujudkan.

Pertama: Tilawah wa Tartil (selalu membaca dengan benar)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan secara lebih serius antara lain :

Dengan membaca al-Quran secara berkesinambungan akan menambah iman kepada Allah SWT
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman [sempurna ] ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.\" (QS. Al Anfal (8) : 2)

Mendatangkan petunjuk, menjadi obat berbagai penyakit di dalam dada, serta rahmat dan nasihat
"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.\" (QS. Yunus (10) : 57).

Membaca secara tekun menambah kebaikan yang banyak, baik dalam keadaan miskin ataupun kaya
"Dan Ini (Al-Quran) adalah Kitab yang telah kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) ummul Qura (Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya. orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al-Quran) dan mereka selalu memelihara sembahyangnya\" (QS. Al Anam (6) : 92)

Membaca secara tartil akan mendatangkan perkataan yang berbobot, melepaskan manusia dari belenggu kesesatan, mencerahkan pikiran dan hati yang kalut serta merasakan kegembiraan dalam mengelola pasang surut (fluktuasi) kehidupan.
"Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat." (QS. Al Muzzammil (73) : 5).

Membaca secara berkelompok akan mendatangkan ketenangan dan rahmat serta syafaat pada hari kiamat (HR. Bukhari dan Muslim).

Kedua: Tadabbur (merenungkan isinya)
Mentadabburi Al-Quran bisa membuka hati untuk menerima petunjuk Allah SWT  dan memperoleh pelajaran yang sangat berharga.

"Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran." (QS.Shad (38) : 29).

Yang membaca Al-Quran tanpa dibarengi dengan tadabbur (merenungkan kandungannya) akan mendatangkan bencana

Ketiga: Hifz (menghafalkan)
Al-Quran mudah dihafalkan sekalipun yang melakukannya bukan orang Arab (‘ajam), karena kata-katanya, huruf-hurufnya, susunan kalimatnya, uslub (gaya bahasanya) sesuai dengan fithrah manusia.
"Dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?.\" (QS. Al Qamar (54) : 17, 22, 23, 40).

Biasanya, sulit menghafalkan Al-Quran karena banyak melakukan dosa
Imam Syafii mengadu kepada guruku Waki’, atas kejelekan hafalan al-Qurannya. "Maka ia membimbingku agar meninggalkan masiat. Karena ilmu itu cahaya, cahaya Allah tiada akan diberikan kepada yang berdosa, " ujar Imam Syafii.

Penghafal Al-Quran terhindar dari kepikunan, setelah meninggal jasadnya diharamkan oleh Allah SWT untuk dilukai bumi. Hafalan Al-Quran akan mengembangkan saraf otak (penelitian di Universitas Munich, Jerman).

Keempat: Ta’lim (mengajarkannya kepada orang lain)
Generasi yang dekat dengan Allah SWT adalah yang tidak berhenti belajar dan mengajarkan Al-Quran (QS. Ali Imran 3) : 79 )

"Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani[sempurna ilmu dan takwanya kepada Allah SWT], karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. "

 
 
Saya mengajak Anda untuk mendukung pembibitan Penghafal Al-Qur’an yang digagas oleh Ustadz Yusuf Mansur  dan Pesantren Darul Quran.

Silahkan sampaikan donasi nya di rekening Sbb :
Atas nama Yayasan Darul Quran Nusantara

Bank Mandiri, A/C. 128 000 509 2975

Konfirmasikan sedekah Anda melalui sms ke : 081519002828. Untuk konfirmasi sedekah Anda, ketik : Konfirmasi/Nama/Via Bank/Nominal Sedekah/Tanggal Transfer/Nomor Resi/Keterangan Donasi (infak/sedekah/wakaf). Hajat. Lalu kirinkan ke alamat HP tersebut di atas.
 
Semoga para donator dilipatgandakan pahalanya dan disegerakan dengan rizki berlimpah berkah penuh kebaikan. Amin.


Tulisan ini dikutip dari :


Senin, 11 Juni 2012

MENDAHULUKAN ALLAH SWT DIATAS SEMUANYA

Saudaraku,…
Salah satu nilai di dalam dunia modern dewasa ini yang sering menyesatkan seorang muslim ialah anggapan bahwa suatu kebaikan ditentukan oleh ramai atau sedikitnya orang yang mendukung nilai tersebut. Jika nilai tersebut sudah populer di tengah masyarakat, maka orang mengatakan bahwa nilai tersebut bersifat positif. Nilai tersebut akan didukung dan disebarluaskan.

Allah SWT berfirman, ”Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).  Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS Al-An’aam ayat 116-117)

Alloh menunjukkan kepada Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wassalam para nabi dan rasul sebelum beliau beserta pengikutnya. Ada nabi yang hanya memiliki beberapa orang pengikut, dan bahkan ada yang tidak mempunyai seorang pengikut pun. Dan tatkala kita menengok sejarah nabi Nuh, berapa lama beliau berdakwah?

Yaitu selama sembilan ratus lima puluh tahun. Berapakah jumlah pengikut beliau yang berhasil didakwahi yang akhirnya ikut dalam bahtera dan diselamatkan dari adzab Alloh? Tidaklah banyak, hanya sedikit jumlahnya. Mereka para rasul adalah orang-orang yang sukses dalam berdakwah, walaupun jika dilihat dari jumlah pengikut amatlah sedikit.

Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bahkan pernah menegur keras para sahabat ketika beliau dapati mereka melakukan bentuk penghormatan berlebihan kepada diri Rasulullah.

Ibnu Abbas mendengar Umar berkata dari atas mimbar: ”Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Janganlah kalian mengkultuskanku sebagaimana kaum Nasrani mengkultuskan Isa putra Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba. Maka ucapkanlah: hamba Allah dan RasulNya.” (HR Bukhary 3189)

Banyak sekali nilai-nilai mungkar menurut Islam yang sudah menyebar di tengah masyarakat. Sebaliknya, sedikit sekali nilai-nilai ma’ruf menurut Islam yang sudah difahami dan diterima masyarakat.  

Misalnya, soal hubungan antara pria-wanita bukan muhrim. Di tengah masyarakat telah umum diterima bahwa tidak ada masalah jika dua orang pria-wanita bukan muhrim bepergian berduaan alias berpacaran. Karena hal ini telah dianggap biasa, akhirnya banyak orangtua muslim yang memandang biasa jika anak gadisnya bepergian berduaan dengan lelaki bukan muhrimnya.

Para politisi mengkampanyekan dirinya tanpa rasa malu dan sikap rendah hati, Saudaraku, di dalam Islam tidak dikenal adanya kebiasaan memuji diri sendiri. Bahkan seorang sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq langsung berlindung kepada Allah ketika ada orang-orang menyanjungnya.

“Ya Allah, aku mohon ampun (kepadaMu) atas ucapan (sanjungan) mereka dan jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka sangka.”

Jangankan seorang muslim memuji dirinya sendiri. Sedangkan jika orang lain memuji dirinya saja sepatutnya ia langsung memohon ampun kepada Allah, sebab orang-orang beriman hanya pantas memuji Allah semata.

Segenap kemuliaan, puja dan puji, keagungan dan kebesaran hanyalah milik Allah.

Allah SWT berfirman, ”Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).  Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS Al-An’aam ayat 116-117)

Dalam surat yang dikirim kepada suku Najran yang beragama Nasrani, Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam menyampaikan seruan sebagai berikut:

“Sesungguhnya aku menyeru kalian kepada penghambaan Allah ta’aala semata dan meninggalkan penghambaan sesama hamba.” (HR Al-Baihaqi 2126)

Demikianlah, Islam datang membawa seruan abadi agar manusia hanya menghambakan diri kepada Allah ta’aala semata. Ajaran Allah ta’aala tidak membenarkan adanya penghambaan antara sesama hamba. Manusia tidak dibenarkan untuk menghamba kepada sesama manusia. Pengertian menghamba kepada sesama hamba bukan hanya dalam bentuk manusia bersujud di hadapan manusia lainnya. Tetapi pengertiannya mencakup ketaatan mutlak kepada sesama manusia.

Fihak yang menerima penghambaan manusia disebut ”Ilah” yang biasa diterjemahkan sebagai ”tuhan” dalam bahasa Indonesia. Sesungguhnya ”Ilah” mengandung setidaknya tiga pengertian, yaitu: ”yang dicintai, yang dipatuhi dan yang ditakuti selain dari Allah SWT dengan segala perintah-Nya”

Seorang Muslim yang faham makna kalimat Subhaanallah tidak akan terjebak ke dalam anggapan adanya fihak lain selain Allah yang pantas disucikan. Ia tahu hanya Allah sajalah di dalam hidup ini yang tidak mengandung cacat dan kekurangan. Allah adalah Dzat Yang Maha Sempurna. Oleh karena itu sepanjang perjalanan sejarah dunia Allah mengutus para Nabi dan Rasul dengan tujuan untuk menjernihkan aqidah ummat manusia. Sebab manusia memiliki kecenderungan untuk merasa butuh mensucikan sesuatu di dalam hidupnya.
Namun sayang, kebanyakan manusia bodoh akan Ma’rifatullah (Pengenalan akan Allah) sehingga mereka akhirnya menjadikan banyak fihak selain Allah sebagai fihak yang disucikan sedemikian rupa sebagaimana semestinya mereka mensucikan Allah Subhaanahu wa Ta’aala (Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi).

Di antara mereka ada yang mensucikan sesama manusia yang dianggap sangat mulia. Sedemikian rupa pensucian itu sehingga mereka memposisikan manusia yang dimuliakan itu berlebihan alias melampaui batas. Seperti yang dilakukan oleh kaum Yahudi terhadap Uzair dan kaum Nasrani terhadap Nabiyullah Isa putra Maryam ’alahis-salam.

Orang-orang Yahudi berkata: ”Uzair itu putra Allah” dan orang Nasrani berkata: "Al Masih itu putra Allah". Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?

Hadis riwayat Abu Bakrah ra., ia berkata:

Seorang lelaki memuji orang lain di hadapan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam maka beliau bersabda: “Celaka kamu! Kamu telah memenggal leher temanmu, kamu telah memenggal leher temanmu!” Beliau mengucapkannya berulang-ulang. ”Apabila seorang di antara kamu terpaksa harus memuji temannya, hendaklah ia berkata: Aku mengetahui kebaikan si Fulan namun Allah lebih mengetahui keadaannya, dan aku tidak memberikan kesaksian kepada siapa pun yang aku ketahui di hadapan Allah karena Allah lebih mengetahui keadaannya yang sebenarnya”. (HR Muslim 5319)

Jika kita menelusuri jejak para nabi niscaya kita dapatkan cobaaan kita lebih kecil dibandingkan ujian yang diperoleh oleh para nabi dan Rasul tersebut berupa penentangan dan pengingkaran dari kaumnya, belum lagi kesabaran yang luarbiasa yang mereka miliki untuk mendakwahkan tauhid di tengah-tengah kerusakan ummatnya.

Karena itulah nabi kita Muhammad shollallohu ‘alaihi wassalam ketika mengutus utusan beliau untuk berdakwah ke daerah lain, selalu mewasiatkan agar tauhidlah yang pertama kali mesti didakwahkan, sebagaimana sabda beliau kepada Mu’adz bin Jabal ketika akan diutus ke negeri Yaman untuk berdakwah, beliau Shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 “Sesungguhnya kamu akan mendatangi satu kaum dari ahli kitab, maka hendaklah yang pertama kamu serukan kepada mereka adalah (agar mereka) bersaksi bahwasanya tiada Tuhan yang berhak untuk disembah melainkan Alloh.” (Diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari dan Imam Muslim), dan dalam satu riwayat dari Imam Al-Bukhari [dengan lafazh]: Agar mereka mentauhidkan Alloh, Risalah-Nya secara utuh sebagai tujuan penciptaan manusia untuk beribadah hanya kepada-Nya. Allah dululah yang pertama kali dibesarkan dan ditinggikan didalam hati.

Saya mengajak Anda untuk mendukung pembibitan Penghafal Al-Qur’an yang digagas oleh Ustadz Yusuf Mansur  dan Pesantren Darul Quran.

Silahkan sampaikan donasi nya di rekening Sbb :
Atas nama Yayasan Darul Quran Nusantara

Bank Mandiri, A/C. 128 000 509 2975

Konfirmasikan sedekah Anda melalui sms ke : 081519002828. Untuk konfirmasi sedekah Anda, ketik : Konfirmasi/Nama/Via Bank/Nominal Sedekah/Tanggal Transfer/Nomor Resi/Keterangan Donasi (infak/sedekah/wakaf). Hajat. Lalu kirinkan ke alamat HP tersebut di atas.
 
Semoga para donator dilipatgandakan pahalanya dan disegerakan dengan rizki berlimpah berkah penuh kebaikan. Amin.





Tulisan ini dikutip dari :


Senin, 04 Juni 2012

KISAH ROSULULLAH SAW MEMBELA MUSLIMAH


Beberapa waktu lalu, warga Jakarta dikejutkan oleh munculnya berita kasus pemerkosaan di sebuah angkutan umum. Peristiwa tersebut telah menyita perhatian publik, bahkan beberapa media memuatnya sebagai head line yang cukup menarik perhatian. Hal ini cukup menjadi bukti bahwa jilbab itu penting baik bagi keselamatan diri, maupun kehormatan agama Islam. Oleh karena itu, sebagai Muslimah, tidak sepatutnya mengenakan busana yang tidak diajarkan oleh Islam dan dicontohkan oleh istri-istri beliau.Keuntungan Berjilbab Silang pendapat pun tak terhindarkan. Masalah pemerkosaan bergeser pada masalah busana atau pakaian. Sebagian publik figur menilai bahwa memang sudah seharusnya kaum hawa menjaga diri dengan berpakaian syar’i. Namun sebagian yang lain bersikukuh untuk tetap menolak.

Terlepas dari silang pendapat yang terjadi di masyarakat, sebagai seorang Muslimah sudah barang tentu kita ingin selamat dari bahaya dan tentunya ancaman siksa dari Allah SWT.

Tulisan ini, tentu tidak dimaksudkan membela para pemerkosa.

Bagaimanapun, perilaku ini dilarang dan mendapat hukuman setimpal dalam Islam.

Namun, jauh akan lebih bermanfaat jika kaum Muslimah menjadikan kasus tersebut sebagai media introspeksi diri agar terhindar dari bahaya serupa. Pesan ini hanya untuk para Muslimah, bukan untuk yang beragama lain.
Sebagai ajaran universal, Islam sejak awal telah memberikan perhatian serius terhadap masalah busana. Seorang muslimah sungguh tidak dibolehkan (haram) membuka aurat mereka di depan umum atau terhadap laki-laki yang bukan muhrimnya. Allah SWT telah menegaskan dalam firman-Nya;

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.“ (QS: Al-Ahzab: 59)


Ayat tentang hijab di atas, secara redaksional ditujukan kepada Nabi, namun demikian esensi dari ayat tersebut berlaku bagi seluruh wanita yang beragama Islam (Muslimah).

Ditinjau secara historis, perintah menutup aurat ini sama sekali tidak seperti anggapan aktivis liberal yang suka memutar balik esensi ajaran Islam. Juga tidak seperti tuduhan mereka yang menilai bahwa jilbab dimaksudkan untuk membatasi ruang gerak para wanita.

Akan tetapi perintah tersebut hadir lebih karena adanya upaya serius untuk melindungi jiwa raga muslimah dari beragam gangguan dan bahaya yang bisa merenggut kesucian atau kehormatannya.

Prof. Dr. Muhammad Chirzin, menegaskan dalam karyanya “Buku Pintar Asbabun Nuzul” bahwa perintah berjilbab pada para muslimah, pada hakikatnya lebih dikarenakan menjaga kesucian dan kehormatan mereka dari berbagai macam ancaman dan berbagai macam gangguan kejahatan. Sebagaimana kaum Muslimah di zaman Nabi yang selalu rentan diganggu oleh kaum munafik dan Yahudi.

Dalam sejarah, jilbab terbukti efektif melindungi kaum hawa dari berbagai macam gangguan dan kejahatan laki-laki tak berkahlak.

Kehormatan Muslimah
Sejak ayat ini turun, kaum hawa pada masa Rasulullah sepenuhnya terjaga kehormatannya. Pernah suatu ada seorang Muslimah diganggu oleh orang Yahudi, maka sesaat kemudian rasulullah saw pun mengintruksikan perang terhadap Bani Qainuqa, yang telah mengganggu keamanan dan kenyamanan wanita yang beriman.

Peristiwanya bermula ketika seorang Muslimah mendatangi kios emas di pasar Bani Qainuqa untuk suatu keperluan. Ketika tiba di kios, Muslimah itu melihat beberapa orang Yahudi. Sesaat kemudian, orang Yahudi itu mulai menggoda dan melecehkan Muslimah tadi. Bahkan Yahudi itu berani memaksanya untuk menampakkan wajahnya. Dan, Muslimah tadi menolak.

Sampai-sampai mereka berani melakukan sesuatu yang mempermalukan Muslimah itu. Secara diam-diam, tukang emas pemilik kios mengikatkan ujung kain Muslimah itu pada sebuah bangku atau pada bagian punggung pakainnya tanpa sepengetahuannya, hingga ketika Muslimah itu berdiri, tersingkaplah aurat wanita ini. Merekapun tertawa terbahak-bahak dan mencemooh. Seketika Muslimah itu berteriak sekeras-kerasnya dan meminta pertolongan.

Ketika berita itu sampai kepada Rasulullah saw, maka saat itu juga perintah perang melawan Yahudi Bani Qainuqa menjadi satu keputusan tegas beliau.

Sebagai orang beriman, menurut aurat (berjilbab, red) tentu suatu keharusan. Namun ajaran Islam tak pernah memerintahkan sesuatu yang tak jelas manfaat dan alasannya. Demikian pula halnya dengan larangan.

Menurut aurat bagi Muslimah adalah perintah Allah dan rasul-Nya. Jika demikian pasti ada manfaat besar di balik perintah tersebut. Baik manfaat cepat di dunia dan pasti manfaat yang lebih besar lagi kelak di akhirat.

Wanita yang berjilbab insya Allah akan terhindar dari gangguan dan kejahatan pria tidak berakhlak. Lebih mudah beraktivitas di luar rumah, khususnya bagi Muslimah yang memiliki bayi yang masih minum ASI. Dengan berjilbab tidak ada yang perlu dikhawatirkan, karena bayi dapat minum ASI tanpa sang ibu malu karena terbuka auratnya.

Jilbab juga melindungi rambut dan kulit kepala dari sengatan terik mentari tatkala berada di area terbuka. Bahkan kulit pun akan tetap terjaga keasliannya, karena tidak terkena debu dan panas.

Secara psikis, jilbab juga akan memberikan self control yang baik. Jadi wanita lebih terpelihara ucapan dan perilakunya, sehingga terhindar dari keburukan akhlak. Oleh karena itu, secara otomatis jika para pengguna jilbab mengerti hakikat dasar jilbab, tentu mereka akan sangat disegani dan dihormati oleh siapapun juga.

Oleh karena itu, hendaknya para Muslimah dimanapun berada untuk bersegera menunaikan perintah Allah dan rasul-Nya dalam hal berbusana. Jangan terprovokasi oleh sebuah ungkapan yang menyatakan, ”Lebih baik tidak berjilbab tapi baik daripada berjilbab tapi hatinya busuk.” Ungkapan tersebut adalah ungkapan yang tidak bertanggung jawab dan disampaikan orang yang mengerti agama secara baik.

Ingatlah,  hati yang baik adalah hati yang kaya akan nutrisi iman. Dan, tidak mungkin seorang Muslimah yang mengaku beriman akan mengabaikan perintah Allah dan rasul-Nya.

Allah memerintahkan wanita menutup aurat, semata-mata agar terjaga jiwa raganya. 

Ancaman pembuka aurat
Bagi wanita yang mengaku beriman, tetapi masih bersikeras tidak mau menutup aurat,  sungguh ia telah merugi. Selain di dunia mereka hidup kurang terhormat, di akhirat mereka akan diminta pertanggungan jawab.

Rasulullah saw bersabda, “Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya: Laki-laki yang tangan mereka menggenggam cambuk yang mirip ekor sapi untuk memukuli orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian, namun telanjang dan berlenggak lenggok. Kepalanya bergoyang-goyang bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium baunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim)

Saudaraku,…
Sungguh ironis, jika kelak mencium bau surga saja kita tidak bisa. Hadits di atas menjelaskan tentang ancaman bagi wanita-wanita yang membuka dan memamerkan auratnya. Maka dari itu, bersegeralah menurut aurat. Jangan sampai karena lalai terhadap cara berbusana, di akhirat pun, kita menjadi wanita yang mendapat azab keras dari Allah SWT. Na’udzubillahi min dzalik



Saya mengajak Anda untuk mendukung pembibitan Penghafal Al-Qur’an yang digagas oleh Ustadz Yusuf Mansur  dan Pesantren Darul Quran.

Silahkan sampaikan donasi nya di rekening Sbb :
Atas nama Yayasan Darul Quran Nusantara

Bank Mandiri, A/C. 128 000 509 2975

Konfirmasikan sedekah Anda melalui sms ke : 081519002828. Untuk konfirmasi sedekah Anda, ketik : Konfirmasi/Nama/Via Bank/Nominal Sedekah/Tanggal Transfer/Nomor Resi/Keterangan Donasi (infak/sedekah/wakaf). Hajat. Lalu kirinkan ke alamat HP tersebut di atas.
 
Semoga para donator dilipatgandakan pahalanya dan disegerakan dengan rizki berlimpah berkah penuh kebaikan. Amin.


Tulisan ini dikutip dari :