Assalamualaikum warahmatullaahi wabarakatuhu. Allahumma
shalli shalatan kamilatan wasallim salaaman taamman ‘alaa sayyidina
Muhammadinilladzii tanhallu bihil ‘uqodu watanfariju bihil kurobu watuqdhaa
bihil hawaa-iju watunaalu bihir raghaa-ibu wahusnul khawaatimi wayustasqal
ghamaamu biwajhihil kariimi wa ‘alaa aalihii washahbihii fii kulli lamhatin
wanafasim bi’aadadi kulli ma’luumil laka.
Saudaraku,…
Salah satu perbedaan mendasar antara seorang Islam yang menjalani hidupnya
menurut ajaran Al Qur’an dengan mereka yang menolak Allah adalah: kearifan yang
dikaruniakan Allah kepada orang yang menggunakan nurani dan teguh dalam
kekuasaan Allah. (Untuk pembahasan lebih terperinci, bacalah karya Harun Yahya:
True Wisdom Described in The Al Qur’an) Karena kearifannya, orang beriman
segera menyadari alasan di balik berbagai peristiwa yang menurut orang tak
bertuhan dan mereka yang tak mampu meraih kebenaran sebagai kejadian tak
bermakna.
Sejak bangun di pagi hari, seorang beriman mengetahui
bahwa ada (seperti yang disebut oleh Allah dalam Al Qur’an) sebuah “tanda” di
setiap pengalaman yang dialaminya sepanjang hari. Kata “tanda” (atau ayat dalam
bahasa Arab) diberikan untuk kejadian tersebut dalam wujudnya yang merupakan
bukti nyata akan keberadaan, keesaan dan sifat-sifat Allah — ayat ini juga
merupakan nama untuk bagian dari surat dalam Al Qur’an. Pendapat lain yang
hampir sama dengan hal itu adalah “kenyataan yang menuntun kepada iman”. Hal
ini dapat dijabarkan sebagai kenyataan yang membawa seseorang kepada iman, dan
pada saat yang bersamaan menyebabkan tumbuh, berkembang dan menjadi kuatnya
iman. Namun hanya mereka yang dengan ikhlas kembali kepada Allah-lah yang dapat
mengenali “tanda” tersebut dan kenyataan yang menuntunnya kepada iman. Ayat
ke-190 Surat Ali ’Imran adalah contohnya:
“Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda (ayat-ayat) bagi orang-orang yang berakal.” (QS. Al 'Imran, 3:190)
Bagi mereka yang beriman dan hidup berdasarkan ajaran Al Qur’an, setiap
hari baru penuh akan bukti keberadaan Allah dan kenyataan yang menuntun kepada
iman. Sebagai contoh, membuka mata dan memulai hari merupakan salah satu nikmat
Allah kepada manusia dan kenyataan yang menuntun kepada iman yang perlu direnungkan.
Hal ini karena kita tidak sadarkan diri sepanjang malam dan semua yang dapat
dia ingat dari tidur selama berjam-jam itu adalah beberapa mimpi yang tidak
jelas selama 3-5 detik. Pada saat tersebut, seseorang tertidur tanpa
berhubungan dengan dunia ini. Tubuh dan jiwanya terpisah. Saat ini, yang dia
pikirkan sebagai tidur, sebenarnya adalah sejenis kematian. Allah menerangkan
dalam Al Qur’an bahwa jiwa manusia diambil pada saat mereka tertidur.
“Allah memegang jiwa
(orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu
tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya
dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan.” (QS Az Zumar, 39:42)
“Dan Dialah yang
menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di
siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan
umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu
Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan.” (QS Al An'am, 6:60)
Dalam ayat-ayat tersebut, Allah berfirman bahwa jiwa
manusia diambil pada saat tidur, namun dikembalikan lagi sampai waktu yang
telah ditentukan untuk kematian datang. Selama tidur, seseorang setengah
kehilangan kesadaran terhadap dunia luar. Untuk bangkit dari “kematian” tidur
kepada kesadaran dan kondisi yang sama seperti pada hari sebelumnya, dan untuk
dapat melihat, mendengar, dan merasakan dengan baik dan sempurna adalah sebuah
keajaiban yang harus kita renungkan. Seseorang yang berangkat tidur di malam
hari tidak dapat memastikan bahwa nikmat yang tiada bandingannya ini akan
diberikan lagi kepadanya besok pagi. Dan kita tidak pernah dapat memastikan
apakah kita akan mengalami bencana atau bangun dalam kondisi sehat.
Orang yang beriman memulai hari barunya dengan memikirkan kenyataan ini dan
berterima kasih kepada Allah yang telah meliputinya dengan kasih sayang-Nya dan
perlindungan-Nya. Dia menatap hari baru sebagai sebuah kesempatan yang
diberikan kepadanya oleh Allah untuk meraih ridha-Nya dan mendapatkan Surga. Di
saat dia membuka matanya di pagi dini hari, dia menujukan pikirannya kepada
Allah dan memulai hari dengan sebuah sholat yang khusyuk, Sholat subuh.
Sepanjang hari, dia bertindak atas dasar pengetahuan bahwa Allah senantiasa
mengawasinya, dan dengan seksama mencari ridha Allah dengan mematuhi perintah
dan petunjuk-Nya. Dia menjalin hubungan erat dengan Allah dan memulai hari
dengan sholat Subuh. Dengan cara ini, kemungkinan bahwa ia akan lupa pada
nikmat Allah sepanjang hari atau tidak mempedulikan larangan-Nya menjadi kecil;
dia akan berperilaku sepanjang hari dengan menyadari bahwa Allah sedang
mengujinya di dunia ini.
Seseorang yang secara tulus mengarahkan pikirannya kepada Allah akan
dituntun untuk melihat bahwa dia harus dengan seksama merenungkan nikmat Allah
yang telah diterimanya dan tak ada yang lain selain Allah yang berkuasa
memberikan itu semua kepadanya. Dalam Al Qur’an, Allah berfirman agar manusia
merenungkan hal ini dalam-dalam:
“Katakanlah: ‘Terangkanlah
kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup hatimu,
siapakah tuhan selain Allah yang kuasa mengembalikannya kepadamu?’
Perhatikanlah bagaimana Kami berkali-kali memperlihatkan tanda-tanda kebesaran
(Kami), kemudian mereka tetap berpaling (juga).” (QS Al An'am, 6:46)
Pastilah Allah, Yang Mahakuasa dan Maha Mengetahui, yang menjadikan tidur
sebagai waktu istirahat bagi manusia dan memberikan kembali nikmat-Nya pada
mereka di pagi hari. Mereka yang mengetahui ini merasakan kedekatan Allah sejak
saat mereka memulai hari mereka dan bergembira dengan karunia tiada tara yang
mereka nikmati.
Mereka yang berpaling dari agama dan menolak untuk merenungkan kenyataan
ini tidak akan pernah sepenuhnya menyadari nikmat yang mereka miliki atau
mengetahui nikmat yang dirasakan oleh orang beriman. Pada umumnya, di pagi
hari, mereka merasa sulit untuk beranjak dari tempat tidur hangat mereka dan
tertekan dengan kekhawatiran untuk melangkah dalam memulai hari. Beberapa dari
mereka merasa resah dan tertekan karena hal-hal yang harus mereka kerjakan
setiap pagi. Mereka tidak mau bangun dari tempat tidur; ada perjuangan dalam
diri mereka antara bangun dan tidur barang semenit lagi. Gangguan rohani yang
sering dihadapi oleh orang-orang semacam ini adalah rasa terganggu, tertekan
dan tidak senang saat mereka bangun tidur.
Orang tak bertuhan tidak dapat menikmati kesenangan dalam nikmat Allah; sejak
mereka bangun tidur di pagi hari mereka kembali pada kebosanan karena melakukan
hal-hal yang sama setiap hari. Ada lagi jenis lain orang yang tidak menyadari
bahwa hari baru tersebut mungkin saja merupakan kesempatan terakhir yang Allah
berikan kepada-Nya: dia mempersiapkan diri secepatnya untuk memulai hari dengan
hasrat untuk mendapatkan lebih banyak uang, untuk pamer kepada orang lain
dengan harta maupun penampilannya, untuk menarik perhatian orang dan disukai.
Orang yang tidak peduli pada kenyataan yang diwahyukan Allah dalam Al
Qur’an akan memulai hari mereka dengan cara mereka sendiri. Umumnya, mereka
kurang arif dalam cara berperilaku: mereka tidak mempertimbangkan bahwa Allah
telah menciptakan mereka, bahwa mereka bertanggung jawab untuk mengabdi
pada-Nya dan meraih ridha-Nya dan bahwa hari baru di depan mereka mungkin saja
merupakan kesempatan terakhir yang mereka miliki untuk melaksanakan kewajiban
mereka kepada-Nya. Allah menerangkan keadaan mereka dalam ayat berikut:
“Telah dekat kepada
manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam
kelalaian lagi berpaling (dari hal itu).” (QS Al Anbiya', 21:1)
Saudaraku,…
Jelas bahwa mereka yang hidup tenggelam dalam kekeliruan luar biasa ini
telah melakukan kesalahan besar. Setiap orang tidak boleh lupa bahwa setiap
pagi mungkin merupakan permulaan dari hari terakhir yang telah ditentukan bagi
seseorang untuk hidup di dunia. Kematian dapat datang kapan saja, karena
kecelakaan lalu-lintas, serangan penyakit mendadak dan penyebab lain yang tak
terhitung jumlahnya. Untuk itu, seperti yang telah diungkapkan di atas, kita
harus merenungkan apa yang harus kita kerjakan dalam pemanfaatan hari yang akan
kita jalani, agar kita meraih ridha Allah.
Alhamdulillaahi rabbil ‘alamin. Allahumma shalli
shalatan kamilatan wasallim salaaman taamman ‘alaa sayyidina Muhammadinilladzii
tanhallu bihil ‘uqodu watanfariju bihil kurobu watuqdhaa bihil hawaa-iju
watunaalu bihir raghaa-ibu wahusnul khawaatimi wayustasqal ghamaamu biwajhihil
kariimi wa ‘alaa aalihii washahbihii fii kulli lamhatin wanafasim bi’aadadi
kulli ma’luumil laka. Wassalamualaikum warahmatullaahi wabarakatuhu.
Tulisan ini dikutip dari
e-book “24 JAM DALAM KEHIDUPAN SEORANG MUSLIM MENURUT
AJARAN AL QUR’AN”, yang ditulis oleh Harun Yahya.
Tulisan ini diedit kembali oleh:
Sumber gambar : http://www.islamic-wallpaper.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar