Assalamualaikum warahmatullaahi wabarakatuhu. Allahumma shalli shalatan
kamilatan wasallim salaaman taamman ‘alaa sayyidina Muhammadinilladzii tanhallu
bihil ‘uqodu watanfariju bihil kurobu watuqdhaa bihil hawaa-iju watunaalu bihir
raghaa-ibu wahusnul khawaatimi wayustasqal ghamaamu biwajhihil kariimi wa ‘alaa
aalihii washahbihii fii kulli lamhatin wanafasim bi’aadadi kulli ma’luumil
laka.
Saudaraku,…
Orang
beriman yang mengesampingkan pandangan kebiasaan mereka dan mengamati
lingkungan mereka akan mengerti bahwa, semua yang dia lihat adalah nikmat dari
Allah. Mereka akan mengerti bahwa semuanya—mata, telinga, tubuh, semua makanan
yang mereka makan, udara bersih yang mereka hirup, rumah, benda dan harta, apa
yang mereka miliki dan bahkan makhluk hidup renik dan bintang-bintang—dijadikan
untuk kepentingan mereka. Dan semua nikmat ini terlalu banyak jumlahnya untuk
dihitung. Sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut, bahkan tidak mungkin
untuk mengelompokkan dan menghitung semua nikmat ini:
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya
kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS An Nahl, 16:18)
Orang
beriman diperkenankan menggunakan semua nikmat yang diberikan kepadanya di
dunia ini, namun dia tidak akan tertipu oleh itu semua sehingga lupa dan hidup
tanpa memikirkan Allah, kehidupan setelah mati, atau ajaran Al Qur'an. Tidak
peduli berapa pun banyaknya harta yang dia miliki, kekayaan, uang atau
kekuasaan dan sebagainya, itu semua tidak akan meyebabkannya menjadi terperosok
atau sombong. Singkatnya, itu semua tidak akan menjerumuskannya untuk
meninggalkan ajaran Al Qur'an. Dia sadar bahwa semua ini adalah nikmat dari
Allah dan jika Dia menghendaki, Dia dapat mengambilnya kembali. Dia selalu
sadar bahwa nikmat di dunia ini hanya sementara dan terbatas. Semuanya adalah
ujian untuknya, dan semua itu hanyalah bayangan dari nikmat yang sesungguhnya
di dalam Surga.
Bagi seseorang yang hidup sesuai
dengan ajaran Al Qur'an, nikmat di dunia ini seperti harta benda, hak milik,
dan jabatan hanyalah sarana untuk mendekatkan diri dan bersyukur kepada Allah.
Oleh karena itu, tidaklah pernah menjadi tujuannya untuk memiliki nikmat di
dunia ini, yang dia tahu hanya akan dia nikmati untuk waktu yang sesaat.
Misalnya, salah satu nikmat paling tahan lama yang dapat digunakan manusia
sepanjang hidupnya adalah rumah. Namun rumah hanya bermanfaat bagi seseorang
untuk waktu dua puluh tahun atau paling lama sepanjang hidupnya. Ketika
hidupnya di dunia berakhir, dia akan pergi jauh meninggalkan rumah yang
dicintainya, dihargainya, dan telah dimilikinya dengan bekerja sangat keras
sepanjang hidupnya. Tidak ada keraguan bahwa kematian menandai perpisahan
mutlak antara seseorang dengan nikmat dunianya.
Orang
beriman tahu bahwa Allah adalah pemilik sesungguhnya dari nikmat yang diberikan
kepadanya dan semua itu berasal hanya dari-Nya. Orang beriman melakukan semua
yang bisa dilakukannya untuk berterima kasih kepada Allah Yang telah
menciptakan nikmat ini dan untuk menunjukkan penghargaan dan syukurnya. Sebagai
balasan dari nikmat yang tak terhitung jumlahnya dari Allah, dia akan
senantiasa melakukan setiap usaha untuk bersyukur melalui apa yang dia ucapkan
dan kerjakan, untuk memikirkan nikmat Allah dan mengingat semuanya dan untuk
berdakwah tentang hal itu kepada orang lain. Berikut ini adalah beberapa ayat
yang berkaitan dengan hal itu:
“Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu,
lalu (hati) kamu menjadi puas. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim,
lalu Dia melindungimu ? Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu
Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan,
lalu Dia memberikan kecukupan. Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu
berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu
menghardiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan.” (QS Ad
Duha, 93:5-11)
“Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang
kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu
untuk memberi peringatan kepadamu? Dan ingatlah olehmu sekalian di waktu Allah
menjadikanmu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum
Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum
Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al
A’raf, 7:69)
Sebagian orang, sebelum bersyukur
menunggu dulu turunnya nikmat tertentu atau selesainya masalah besar. Padahal,
jika mereka berpikir barang sejenak, mereka akan melihat bahwa setiap saat
dalam kehidupan seseorang penuh dengan nikmat. Secara berkesinambungan, pada
setiap saat, nikmat yang tidak terhitung jumlahnya diberikan kepada kita
seperti kehidupan, kesehatan, kecerdasan, kesadaran, pancaindera, dan udara
yang kita hirup. Sudah seharusnya kita bersyukur atas setiap nikmat tersebut,
satu demi satu. Orang yang lalai dalam mengingat Allah dan merenungkan
bukti-bukti penciptaan-Nya tidak menyadari nilai nikmat mereka di saat mereka
memilikinya. Mereka tidak bersyukur dan mereka hanya mengerti nilai
nikmat-nikmat itu ketika semua diambil dari mereka.
Namun
orang beriman merenungkan betapa tidak berdayanya mereka dan betapa besar
kebutuhan mereka akan semua nikmat ini, sehingga mereka senantiasa bersyukur
kepada Allah atas nikmat tersebut. Orang beriman tidak hanya bersyukur kepada
Allah atas kesejahteraan, kekayaan, dan harta benda. Mereka mengetahui bahwa
Allah adalah Pemilik dan Penguasa segala hal. Mereka bersyukur kepada Allah
atas kesehatan, penampilan yang cantik, pengetahuan, kecerdasan mereka, atas
kecintaan mereka akan iman dan kebencian mereka kepada kekafiran, atas
kenyataan bahwa mereka berada di jalan yang benar, atas keterlibatan mereka bersama
orang-orang beriman dengan sepenuhnya, atas pengertian, pemahaman dan pandangan
mereka, dan atas kekuatan fisik dan rohani mereka. Mereka segera bersyukur
kepada Allah saat mereka melihat pemandangan indah atau saat mereka mengatur
pekerjaan mereka dengan baik, saat mereka menerima sesuatu yang mereka
inginkan, mendengar ucapan yang baik, menyaksikan perbuatan kasih sayang dan
rasa hormat, dan segala macam nikmat yang terlalu banyak untuk disebutkan.
Mereka mengingat-Nya sebagai Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Jika
orang beriman menunjukkan dalam perbuatan baiknya bahwa nikmat yang telah dia
terima tidak akan membuatnya rakus, sombong dan tinggi hati, Allah akan
memberikan untuknya nikmat yang lebih banyak lagi. Pernyataan Allah dalam Al
Qur'an berbicara mengenai hal ini:
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih’ “. (QS
Ibrahim, 14:7)
Pada saat yang bersamaan, semua
nikmat adalah bagian dari ujian duniawi bagi manusia. Karena itu, orang-orang
beriman, selain bersyukur, juga menggunakan nikmat yang diberikan kepada mereka
sebanyak mungkin dalam melakukan pekerjaan yang baik. Mereka tidak mau menjadi
kikir dan menimbun kekayaan. Hal ini karena mengumpulkan dan menimbun harta
adalah sifat penghuni Neraka. Allah mengajak kita memperhatikan hal ini di
dalam Al Qur'an:
“Sekali-kali tidak dapat, sesungguhnya neraka itu adalah
api yang bergolak, yang mengelupas kulit kepala, yang memanggil orang yang
membelakang dan yang berpaling (dari agama), serta mengumpulkan (harta benda)
lalu menyimpannya. Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh-kesah lagi
kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh-kesah, dan apabila ia mendapat
kebaikan ia amat kikir.” (QS Al Ma’arij, 70:15-21)
Sebagai
jawaban atas pertanyaan mengenai apa yang harus diinfakkan oleh manusia, Allah
menganjurkan agar kita memberikan “Yang lebih dari keperluan” (QS Al Baqarah,
2:219). Merupakan tuntutan ajaran Al Qur'an agar orang beriman menggunakan
sebagian pendapatan mereka di luar kebutuhan mereka sendiri untuk pekerjaan
baik yang dituntun oleh Allah. Batas minimal secara hukum dari pemberian itu
adalah kewajiban zakat, yang ditagih oleh penguasa atau pemimpin masyarakat
untuk dibagikan kepada orang miskin dan yang membutuhkan dan orang lainnya
sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam ayat mengenai zakat. Memberikan lebih
daripada itu bukanlah merupakan kewajiban, namun sangat dianjurkan.
Ungkapan
syukur orang beriman akan nikmat mereka dengan menggunakan nikmat yang telah
dikaruniakan oleh Allah kepada mereka pastilah demi meraih ridha-Nya. Orang
beriman bertanggung jawab atas penggunaan apa yang telah diberikan kepadanya
dalam melakukan amal saleh yang telah diperintahkan oleh Allah. Bersamaan
dengan sarana materi yang telah Allah berikan kepada mereka, orang beriman
menggunakan raganya untuk mendapatkan ridha Allah dan untuk bekerja di
jalan-Nya. Dengan demikian ia berharap meraih ridha dan ampunan Allah dan
menggapai nikmat yang tiada akhir di Surga:
“Sesungguhnya
Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan
memberikan surga untuk mereka...” (QS At Taubah, 9:111)
Masyarakat
yang terdiri dari orang-orang yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an dan
Sunnah Rasulullah SAW melalui pembayaran zakat dan tindakan memberi dengan
ikhlas akan mengentaskan kekerasan, perselisihan, pencurian, dan tindakan
kriminal buruk lainnya yang disebabkan oleh kemiskinan, kelaparan, kekurangan,
dan persoalan lain semacam itu. Dengan jalan ini dan kehendak Allah, kedamaian
pikiran dan kesejahteraan akan mencapai tingkatan tertinggi.
Alhamdulillaahi rabbil ‘alamin. Allahumma shalli shalatan
kamilatan wasallim salaaman taamman ‘alaa sayyidina Muhammadinilladzii tanhallu
bihil ‘uqodu watanfariju bihil kurobu watuqdhaa bihil hawaa-iju watunaalu bihir
raghaa-ibu wahusnul khawaatimi wayustasqal ghamaamu biwajhihil kariimi wa ‘alaa
aalihii washahbihii fii kulli lamhatin wanafasim bi’aadadi kulli ma’luumil
laka. Wassalamualaikum warahmatullaahi wabarakatuhu.
Tulisan ini dikutip dari e-book “24 JAM DALAM KEHIDUPAN SEORANG MUSLIM
MENURUT AJARAN AL QUR’AN”, yang ditulis oleh Harun Yahya.
Tulisan ini diedit kembali oleh:
INFO SHADAQAH
Saya
mengajak Anda untuk mendukung pembibitan Penghafal Al-Qur’an yang digagas oleh
Ustadz Yusuf Mansur dan Pondok Pesantren
Penghafal Al-Qur’an (PPPA) Daarul Qur’an.
Silahkan
sampaikan donasi nya di rekening Sbb :
Atas nama
Yayasan Daarul Qur’an Nusantara
Bank
Syariah Mandiri : A/C. 074
006 5000
BCA :
A/C. 603 030 8041
Bank
Muamalat : A/C. 303
003 3615
Bank Mandiri : A/C. 128 000 509
2975
Bank Bukopin
Syariah : A/C. 880 0420 017
Bank Mega
Syariah : A/C. 100 000 6822
Bank BNI
Syariah : A/C. 1699 1699
6
Bank DKI
Syariah : A/C. 701 700
9003
Bank Permata
Syariah : A/C. 97 1010 606
Bank Danamon
Syariah : A/C. 731 34 769
BRI : A/C.
0523 01 0000 34 30 4
Konfirmasikan
sedekah Anda melalui sms ke : 081519002828. Untuk konfirmasi
sedekah Anda, ketik : Konfirmasi/Nama/Via Bank/Nominal Sedekah/Tanggal
Transfer/Nomor Resi/Keterangan Donasi (infak/sedekah/wakaf). Hajat. Lalu
kirinkan ke alamat HP tersebut di atas.
Semoga para
donator dilipatgandakan pahalanya dan disegerakan dengan rizki berlimpah berkah
penuh kebaikan. Amin.
Informasi
lebih lanjut, silahkan kunjungi link ini: