Assalamualaikum
warahmatullaahi wabarakatuhu. Allahumma shalli shalatan kamilatan wasallim
salaaman taamman ‘alaa sayyidina Muhammadinilladzii tanhallu bihil ‘uqodu
watanfariju bihil kurobu watuqdhaa bihil hawaa-iju watunaalu bihir raghaa-ibu
wahusnul khawaatimi wayustasqal ghamaamu biwajhihil kariimi wa ‘alaa aalihii
washahbihii fii kulli lamhatin wanafasim bi’aadadi kulli ma’luumil laka.
Saudaraku,…
Saat ini berbelanja merupakan kegiatan penting bagi banyak orang. Misalnya, banyak orang menghabiskan berjam-jam, bahkan berhari-hari mendatangi toko demi mendapatkan busana untuk dipamerkan kepada teman-teman mereka. Mereka menghabiskan banyak uang untuk pakaian yang akan dikenakan beberapa saat saja dalam hidup mereka. Tanpa peduli dengan keadaan lemari mereka yang sudah penuh, mereka mungkin akan membeli pakaian baru dengan hasrat yang tidak berkurang. Bagi orang ini, berbelanja lebih dari sekadar sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menjadi bagian penting dalam hidup mereka. Inilah sifat orang yang lupa diri saat berbelanja dan seringkali membeli barang kemudian mereka sesali telah membelinya.
Sudah
barang tentu, berbelanja adalah penting bagi setiap orang dan bahkan bisa
menjadi sebuah kegiatan sehari-hari yang menyenangkan. Namun yang salah adalah
jika belanja dapat menimbulkan hasrat duniawi dalam diri manusia dan membuat
mereka sepenuhnya lalai akan kehidupan setelah mati. Mereka mencurahkan seluruh
hidup, pikiran, dan kegiatan untuk kegiatan ini. Bukan mencari jalan yang
diridhai oleh Allah Yang telah menciptakan mereka, mereka malah mencoba mencari
kepuasan dalam pekerjaan sepele seperti berbelanja.
Seperti dalam bagian
lain dari kehidupan, seseorang yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur’an pun
akan mencoba memandang kegiatan berbelanja sebagai kebaikan yang telah
diciptakan oleh Allah serta makna di balik peristiwa yang terjadi. Baginya,
berbelanja bukan sekadar berjalan-jalan tanpa tujuan, melainkan kesempatan
untuk mencukupi dirinya dan keluarganya dengan barang yang dia butuhkan.
Berbelanja sudah pasti tidak akan menjauhkannya dari melakukan kewajibannya
kepada Allah. Allah memerintahkan orang beriman di dalam Al Qur’an:
Dan bersabarlah kamu
bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari
dengan mengharap ridha-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka
(karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang
yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa
nafsunya; dan adalah keadaan (mereka itu) melewati batas. (QS Al Kahfi, 18:28)
Orang beriman yang
pergi berbelanja akan selalu ingat: Allah telah menciptakan berbagai macam
makanan, pakaian, dan nikmat-nikmat lainnya bagi orang beriman. Namun di banyak
negara, karena pengangguran, kemiskinan atau konflik, orang tidak dapat
menemukan apa pun untuk dimakan. Walaupun tinggal di negara yang kaya akan
sumber daya alam, ada orang yang terlalu miskin untuk dapat membeli kebutuhan
mereka. Semua ini berada di bawah kekuasaan Allah. Jumlah rezeki yang telah
ditetapkan oleh Allah untuk diberikan kepada manusia memiliki alasan
tersendiri. Allah mengingatkan kita akan hal ini dalam Al Qur’an:
Dan tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah melapangkan
rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang dikehendaki-Nya? Sesungguhnya pada
yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman. (QS Az Zumar, 39:52)
Allah telah
menciptakan berbagai macam keadaan untuk menguji manusia. Dan orang beriman
tidak akan berhenti bersyukur atas apa yang diterimanya, dalam keadaan apa pun
dia berada. Dia menyadari bahwa ujian dan keadaan dirinya hanyalah bersifat
sementara. Untuk itu, dia berkemauan keras untuk bertindak setiap saat dengan
cara yang disukai Allah. Dia mengungkapkan rasa syukurnya kepada Allah atas
nikmat-Nya di dalam hati, dalam ucapannya, dan dalam tindakannya. Dia
membelanjakan karunia yang dimilikinya pada amal saleh, dan jika Allah
membatasi nikmat yang diterimanya, dia akan bersabar dan tetap bersyukur dengan
ikhlas kepada-Nya. Dia tahu bahwa dia sedang diuji dengan kemiskinan dan berdoa
agar Allah memberinya kesabaran. Dalam segala keadaan, orang beriman ridha atas
keputusan Allah dan berharap agar Allah merasa ridha dengannya.
Namun manusia yang
mengikuti tradisi, kebiasaan, dan norma masyarakat yang tidak hidup berdasarkan
ajaran Al Qur'an, segera kehilangan rasa bersyukur mereka di saat berhadapan
dengan ketidaknyamanan yang paling kecil sekalipun. Allah melaknat mereka dalam
Al Qur'an, sebagai kehinaan karena tidak mampu melihat bahwa kekayaan dan
kemakmuran mereka adalah sebuah cobaan yang sama dengan pengalaman mereka akan
kemiskinan dan kekurangan:
Adapun manusia, apabila Tuhannya mengujinya, lalu dia
dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata, "Tuhanku
telah memuliakanku." Adapun bila Tuhannya mengujinya, lalu membatasi
rezekinya, maka dia berkata, "Tuhanku menghinakanku." (QS Al Fajr,
89:15-16)
Allah
telah menciptakan nikmat yang tidak terhitung jumlahnya di bumi ini. Namun,
orang yang tidak menyadari hal ini lupa bahwa hanya atas kehendak Allah dan
izin-Nya sajalah mereka dapat membeli makanan dan pakaian mereka. Mereka tidak
berterima kasih kepada Allah. Mereka justru terus-menerus bertindak di bawah
kendali hawa nafsu. Semua yang mereka pikirkan di saat berbelanja adalah
pakaian mana yang akan dikagumi teman-teman mereka. Apa yang memenuhi pikiran
mereka seringkali adalah: di mana mereka dapat membeli pakaian dengan model
terbaru dan paling menarik dalam hal warna dan mutu yang mereka inginkan.
Mereka selalu menaruh perhatian kepada apa yang dimiliki orang lain. Mereka iri
akan semua itu. Mereka tidak sanggup hidup tanpa harta benda maupun materi.
Mereka sangat menginginkan memiliki kekayaan dan harta benda. Mereka
membandingkan apa yang telah mereka terima dengan apa yang diterima oleh orang
lain. Mereka menjadi tidak sabar. Mereka berpikir bahwa mereka diperlakukan
tidak adil dan mereka tidak bersyukur. Dalam Al Qur'an, Allah menerangkan sikap
tidak bersyukur orang yang tidak puas dengan apa yang mereka miliki dan selalu
menginginkan lebih banyak lagi:
Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai kurnia
yang besar (yang diberikan-Nya) kepada manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak
mensyukuri(nya).
(QS An Naml, 27:73)
Orang beriman yang
hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an mengetahui bahwa nikmat yang ada di
sekelilingnya merupakan pemberian dari Allah. Mereka berhati-hati untuk tidak
membelanjakan uang dengan tergesa-gesa. Di saat sedang berbelanja, dia berusaha
sekuat tenaga untuk menghindari buang-buang uang dan waktu. Dia bertindak
sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur'an:
“.. makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS Al A’raf, 7:27).
Dia tidak pernah lupa bahwa Allah menyebut orang yang
menghambur-hamburkan uang secara berlebihan sebagai “saudara-saudara setan” (QS Al Isra’,
17:27).
Al Qur'an menuntut
kita untuk tidak menghamburkan uang dalam berbelanja atau membeli barang
lainnya. Seperti itu pula kita dituntut untuk bersifat dermawan. Allah
menerangkan hal ini di dalam Surat al-Furqan: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di
tengah-tengah yang demikian. (QS. al-Furqan, 25:67). Ayat ini meningkatkan
kearifan yang ditunjukkan oleh orang-orang beriman dalam cara mereka
berbelanja.
Alhamdulillaahi rabbil
‘alamin. Allahumma shalli shalatan kamilatan wasallim salaaman taamman ‘alaa
sayyidina Muhammadinilladzii tanhallu bihil ‘uqodu watanfariju bihil kurobu
watuqdhaa bihil hawaa-iju watunaalu bihir raghaa-ibu wahusnul khawaatimi
wayustasqal ghamaamu biwajhihil kariimi wa ‘alaa aalihii washahbihii fii kulli
lamhatin wanafasim bi’aadadi kulli ma’luumil laka. Wassalamualaikum
warahmatullaahi wabarakatuhu.
Tulisan ini dikutip dari
e-book “24 JAM DALAM KEHIDUPAN SEORANG MUSLIM MENURUT
AJARAN AL QUR’AN”, yang ditulis oleh Harun Yahya.
Tulisan ini diedit kembali
oleh:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar