Assalamualaikum warahmatullaahi wabarakatuhu. Allahumma
shalli shalatan kamilatan wasallim salaaman taamman ‘alaa sayyidina
Muhammadinilladzii tanhallu bihil ‘uqodu watanfariju bihil kurobu watuqdhaa
bihil hawaa-iju watunaalu bihir raghaa-ibu wahusnul khawaatimi wayustasqal
ghamaamu biwajhihil kariimi wa ‘alaa aalihii washahbihii fii kulli lamhatin
wanafasim bi’aadadi kulli ma’luumil laka.
Saudaraku,…
Pada umumnya orang dewasa menghabiskan sebagian besar
hari mereka untuk bekerja. Namun mereka yang bertindak sesuai dengan ajaran Al
Qur’an sangat berbeda dengan rekan-rekan kerjanya, yang memiliki kesamaan nilai
moral. Bagi orang beriman, tidak peduli betapa penting urusannya di hari itu,
melakukan pengabdian dan menyembah Allah adalah lebih penting daripada apa pun.
Allah menerangkan hal ini dalam Al Qur’an:
Katakanlah, "Apa yang di sisi
Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan," dan Allah Sebaik-baik
Pemberi rezki." (QS Al Jumu'ah, 62:11)
Orang beriman menyadari hal ini, dan tidak ada pekerjaan yang akan
mencegahnya dari mengingat nama Allah atau melakukan sholat. Dia tidak akan
mengabaikan atau menunda kewajiban agama apa pun demi meraih materi. Allah
mengajak kita untuk memperhatikan ini dalam sebuah ayat Al Qur’an:
“Bertasbih kepada Allah
di mesjid-mesjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya
di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan
oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan
(dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada
suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.” (QS An Nur, 24:36-37)
Alasan di balik memberikan perhatian pada perniagaan dalam ayat ini adalah
karena keinginan yang besar akan keuntungan materi merupakan salah satu
kelemahan terbesar pada manusia. Sebagian orang rela mengabaikan ajaran agama
demi mendapatkan uang lebih banyak, memperoleh harta lebih banyak, dan meraih
kekuasaan lebih besar. Misalnya, mereka tidak melaksanakan sholat atau
menunaikan kewajiban lainnya, dan mereka tidak menunjukkan watak terpuji,
walaupun mereka mampu melakukannya.
Ada beberapa hal yang mereka harap dapat diraih dari pekerjaan mereka.
Mereka menginginkan kehidupan yang baik di dunia ini, menjadi kaya-raya,
mendapat jabatan dan penghormatan dan dimuliakan masyarakat, memiliki
perkawinan yang baik dan anak-anak yang terpuji.. Hal-hal inilah yang
memisahkan manusia dari nilai-nilai Al Qur’an, bahkan tersesat lebih jauh
dengan mengutamakannya daripada kehidupan setelah mati. Memang benar, semua itu
adalah nikmat yang boleh kita tuju untuk meraih ridha Allah dan menggapai
akhirat sebagai cita-cita. Orang beriman juga ingin mendapatkan nikmat yang sama:
pekerjaan yang berguna, mendapatkan uang dan harta milik sendiri. Namun mereka
memiliki beberapa sifat yang membedakan mereka dari orang lain: mereka
melakukan semua pekerjaan mereka demi ridha Allah, membelanjakan uang mereka di
jalan yang dituntun oleh Allah. Dan dalam perniagaan mereka, sebagaimana dalam
hal lainnya, mereka sangat berhati-hati mematuhi perintah Allah.
Di dalam ayat Al Qur’an, Allah mengajak kita memperhatikan bahaya karena
mengutamakan perniagaan di atas agama:
Katakanlah, "Jika
bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan
tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya
dan daripada berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
fasik." (QS At Taubah, 9:24)
Orang beriman dengan iman yang sangat mendalam akan berbuat sekuat tenaga
untuk menghindar dari terjebak dalam nafsu semacam ini. Ada sebuah sifat mulia
yang dikehendaki oleh Allah dari orang beriman, dan yang akan mereka tunjukkan,
dalam pekerjaan apa pun yang mereka lakukan. Dalam melakukan pekerjaan mereka
jujur, ikhlas, rela berkorban, bekerja keras, adil, dan sederhana. Seluruh
perhatian mereka diarahkan untuk meraih ridha Allah dan menjaga batasan yang
telah ditetapkan antara yang benar dan yang salah. Allah telah memerintahkan
orang beriman bahwa dalam bekerja mereka dilarang melanggar hak orang lain,
mereka harus memberikan takaran dan berat yang sempurna berdasarkan keadilan,
dan tidak mengurangi hak milik orang lain. (Surah Hud: 85).
Dalam beberapa ayat Allah menerangkan pentingnya kejujuran dalam bekerja,
memperlakukan orang dengan adil dan, dalam melakukan itu, menunjukkan sikap
mencari ridha Allah:
“Dan sempurnakanlah
takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah
yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS Al Isra', 17:35)
“Dan tegakkanlah
timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.” (QS Ar Rahman, 55:9)
Dalam Al Qur’an, Allah menjelaskan bagaimana seharusnya kita melakukan
perdagangan dan perniagaan. Pertama-tama, Allah dengan jelas melarang riba: ".. padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba. " (QS Al Baqarah, 2:275)
Hal lain yang diterangkan oleh Allah adalah bagaimana mengatur perdagangan
dan utang-piutang. Allah memerintahkan bahwa, dalam bekerja, saat berutang
(yang akan dibayar di kemudian hari pada waktu yang telah ditentukan), dia
harus menuliskannya. Apabila orang yang berutang tersebut tidak mampu atau
lemah atau tidak mampu menyebutkannya, maka walinya harus menyebutkan untuknya
dengan adil. Dan dua orang dari golongan mereka harus harus menjadi saksi. (QS
Al Baqarah, 2:282)
Hal lain yang harus dilakukan dengan seksama oleh orang beriman dalam
pekerjaan mereka adalah membahas pandangan orang lain saat mengambil keputusan,
memulai usaha baru, dan memajukan kegiatan mereka. Allah berfirman dalam Al
Qur’an bahwa hal ini adalah sifat dari orang beriman.
Seperti halnya dalam setiap segi kehidupan, begitu pula dalam perdagangan
dan perniagaan, Al Qur’an membawa hal terbaik, termudah, dan paling benar ke
dalam kehidupan manusia. Dalam hal ini, Al Qur’an membantu manusia keluar
stress dan tekanan batin dan memungkinkan mereka bekerja dalam lingkungan yang
sehat dan damai, tempat mereka dapat berserah diri kepada Allah, mengambil
keputusan yang tepat, dan berunding dengan orang lain saat mengambil keputusan.
Di samping itu, orang beriman sangat berpikiran terbuka
dalam kehidupan kerjanya, dalam menyusun rencana, baik jangka panjang maupun
jangka pendek dan merancang berbagai tahapannya. Dan setelah dia mulai bekerja,
dia akan benar-benar memperhitungkan tahapan selanjutnya, tindakan apa yang
akan memastikan kesuksesan baginya untuk waktu yang lama dan kemungkinan jalan
lain. Dan dia akan memperhatikan segala peringatan yang telah diberikan Allah
dalam Al Qur’an untuk memastikan bahwa langkah yang menurutnya bermanfaat untuk
dilakukan tidak akan merugikannya di tahapan berikutnya. Selagi terlibat dalam
pekerjaannya, dia akan berdoa terus-menerus kepada Allah di dalam hati, meminta
Allah untuk memudahkannya dan dia akan memahami bahwa tidak ada perusahaan yang
berhasil, kecuali Allah menghendaki. Dia berharap agar pekerjaan yang dia
kerjakan menjadi sarana untuk meraih ridha Allah.
Di masa kita hidup saat ini, penemuan baru dan perkembangan ilmu
pengetahuan telah terjadi. Orang-orang di masa lampau bahkan tidak pernah dapat
membayangkannya. Ajaran Al Qur’an mewajibkan kita untuk berterima kasih atas
kesempatan yang tidak ada bandingannya ini. Misalnya, ilmu pengetahuan,
teknologi, transportasi canggih, dan komunikasi telah mencapai tingkatan
kemajuan seperti saat ini. Berkat komputer dan teknologi internet, orang dari
seluruh dunia dapat saling berkomunikasi dalam hitungan detik, berbagi informasi,
dan menjalin hubungan. Tentu saja, semuanya adalah nikmat yang harus
direnungkan dalam-dalam. Para nabi yang telah dijadikan sebagai contoh oleh
Allah dalam Al Qur’an senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan ikhlas,
dan senantiasa mengingat Allah serta bersyukur kepada-Nya di saat menjalani
pekerjaan mereka. Dalam Surat Saba’, Allah berfirman:
“Para jin itu membuat
untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya (dalam bentuk) gedung-gedung yang tinggi
dan patung-patung serta piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk
yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah, Hai keluarga Daud untuk
bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima
kasih.” (QS Saba', 34:13)
Alhamdulillaahi rabbil
‘alamin. Allahumma shalli shalatan kamilatan wasallim salaaman taamman ‘alaa
sayyidina Muhammadinilladzii tanhallu bihil ‘uqodu watanfariju bihil kurobu
watuqdhaa bihil hawaa-iju watunaalu bihir raghaa-ibu wahusnul khawaatimi
wayustasqal ghamaamu biwajhihil kariimi wa ‘alaa aalihii washahbihii fii kulli
lamhatin wanafasim bi’aadadi kulli ma’luumil laka. Wassalamualaikum
warahmatullaahi wabarakatuhu.
Tulisan ini dikutip dari
e-book “24 JAM DALAM KEHIDUPAN SEORANG MUSLIM MENURUT
AJARAN AL QUR’AN”, yang ditulis oleh Harun Yahya.
Tulisan ini diedit kembali
oleh:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar