Senin, 17 September 2012

BENAHI POLA PIKIR BENAHI POLA IKHTIAR bagian 1


Salam dari 2 Kota Suci: Makkah al Mukarromah dan Madinah al Munawwaroh. KuliahOnline dimulai sejak tahun 2008, namun kuliah umum ini saya tulis di perjalanan umrah Maret 2011. Sekalian saya berdoa agar semuanya bisa ke tanah suci. Yang sudah ke tanah suci bisa kembali lagi bersama keluarga yang dicintai, dan bahkan menjadi wasilah keberangkatan orang lain. Amin.

Pesona Makkah dan Madinah ga ada habis-habisnya. Terutama yang pengen nge-cas imannya, dan memohon ampun kepada Allah. Dan siapa juga yang ga kepengen diterima dan bertamu kepada orang penting? Lah, ke tanah suci, bukan sembarang bertamu. Dan tuan rumahnya bukan sembarang tuan rumah. Ini bertamu ke Rumah Allah. Sebutannya saja Baitullah al Haram. Rumah Allah yang disucikan. Bertamunya ke rumah Allah dan yang menerima adalah Allah.

Buat Saudara yang Tuhannya bukan duit, bukan mobil yang nunggu laku, bukan rumah dan tanah yang nunggu kejual, baru bisa pergi, bukan. Bukan itu semua. Tapi Tuhannya adalah Allah, adalah pas sekali mengikuti kuliah tauhid ini. Sebab termasuk di antaranya adalah meyakini hanya Allah dan hanya Allah saja, sebagai penegasan, yang bisa memberangkatkan dan menggagalkan seseorang ke tanah suci. Dengan Kuasa-Nya, banyak orang miskin bisa beroleh kesempatan berhaji dan umroh. Dengan Kuasa-Nya, orang-orang sakit tetap dapat berangkat, dan bertambah-tambah rizki buat mereka yang berangkat dengan rizki yang dikuasakan Allah.

Insya Allah ada kanal tersendiri yang membahas perjalanan ini. Sungguhpun nanti disinggung juga perjalanan ke Baitullah sebagai pembahasan perjalanan tauhid. Tatkala saudara membaca bait demi bait pertama ini, hela lah sebentar nafas saudara. Tarik yang dalam, kemudian lepaslah dengan lapang. Kemudian berdoalah kepada Allah dengan bershalawat dulu kepada Rasulullah dan beristighfar. Dan berdoalah agar Saudara beroleh rizki, kesehatan, umur, kesempatan, kelapangan, bisa ke Baitullah.

Silahkan sebentar berdoa ya… Walopun doanya “Cuma” begini: Yaa Allah,
berangkatin saya ke Mekkah dan Madinah…

***

Mudah-mudahan Allah menerima ya.

Amin.

Kembali lagi.

Pembahasan yang saya tulis untuk Kuliah Umum ini sebenarnya ada di Kanal
kuliah Pilihan: Segitiga Wisatahati secara lengkapnya. Namun ia saya jadikan
Kuliah Umum jelang Kuliah Perdana tentang Belajar Keyakinan. Mudah-mudahan Allah ridha dan memberikan berkah-Nya.

Saya SERTAKAN juga FILE AUDIO nya. Silahkan didownload di website www.wisatahati.com dengan namafile: Audio Kuliah Umum Kuliah Tauhid. Mohon didenger, dipelajari, baiik-baik. Ulangi, ulangi, dan ulangi. Hingga Allah berikan pemahaman yang baik.

Namun sebelom mendengar file audio tersebut, silahkan dulu habiskan materi tulisan ini. Dan buat yang sudah mendengar audionya, tapi belom membaca tulisan ini, sebaiknya baca juga. Supaya saling melengkapi. APA-APA YANG TIDAK TERDAPAT DI KULIAH UMUM EDISI TULISAN, BISA JADI ADA DI EDISI AUDIONYA. Dan sebaliknya: APA-APA YANG GA ADA DI FILE AUDIO, BISA JADI ADA DI FILE TULISANNYA.

Sehabis ini Saudara akan mengarungi perjalanan kuliah tauhid yang sangat menyenangkan. Sebab ia akan dipakai di kehidupan sehari-hari. Insya Allah.

Kepada Allah kita minta agar Allah bukakan pemahaman yang hanief, yang lurus, yang lempeng, yang bagus, tentang diri-Nya, tentang kekuasaan-Nya.
Tidak ada yang bisa mengenal diri-Nya kecuali Allah sendiri yang mengenalkannya dan mengajarkan. Upaya kita untuk mengenal Allah mudah-mudahan dihitung sebagai ibadah. Semoga Allah memberikan bimbingan-Nya. Amin.

***

Pola hidup tauhid itu sederhana: Libatkan Allah.
Libatkan Allah di awal, di tengah, di akhir.
Untuk semua perkara hidup kita.

Kuliah umum saya buka dengan sms dari jamaah. “Ustadz, emangnya aib punya hutang itu? Bukankah di al Qur’an ada aturan-aturan tentang hutang?”

Maksudnya mungkin, kalo ga boleh, masa di al Qur’an ada aturannya? Itu kan artinya boleh. Begitu kali maksudnya.

Saya akan menjawab dari sudut pandang tauhid yang mau kita geber nih di
sepanjang perkuliahan nanti.

Soal fiqhnya, boleh dan engganya, saya ga akan jawab. Pastinya, boleh lah.
Selama bukan riba. Dan selama bukan untuk tujuan konsumtif. Ada lagi secara fiqih hutang yang tidak diperbolehkan. Yakni manakala kita nawaitu ngemplang ga bayar, ha ha ha.

(+) Ustadz… katanya ga akan bahas secara fiqh. Itu dibahas? He he he.

(-) Iya. Ya segitu-gitunya aja dah jawaban.

(+) Kalo hutang di bank?

(-) Nah itu yang saya maksud ga akan saya bahas. Biarlah itu urusan ahlinya. 
    Kan udah ada bank syariah kalo Ente ragu mah?

(+) Tapi kan sekarang banyak jamaah yang punya hutang di bank?

(-) Udah ya. Kalo diterusin, itu jadi pembahasan fiqih. Saya mau ngajar dulu.

     Jangan disela. Ini Kuliah Umum, kuliah pengantar setelah Mukaddimah.   
     Pengajaran ini penting. Sebab jadi basic. Jangan ganggu dulu ya. minggir 
     dulu sana. Jangan nongol-nongol dulu…

(+) Ya, tapi kan ga bisa dipisahin sama tauhid. Islam itu kan isinya: Syariat
     (Fiqh), Ibadah, dan Akhlak?

(-) Masa?

(+) Laaaahhh, masa Ustadz ga tahu?

(-) He he he… Udah ya. kita bahas yang lain dulu. Kasian loh jamaah kalo 
     digangguin. Ntar diadain workshop deh. Seminar. Tentang apa yang Ente 
     ajuin buat dibahas. Tapi jangan di sini. Masih pagi juga.

(+) Ok. Afwan. Maaf. Tapi saya ngasih tambahan boleh?

(-) Ga apa-apa. Silahkan. Ngutangnya aja banyak yang maen-maen sama 
     Allah Yang Maha Melihat. Cara-caranya suka ada yang curang. Malsuin 
     dokumen, dan lain-lain yang “harus” diambil supaya mulus jalan pencairan
     kredit. Yang begini ini akan mengundang petaka.

(+) Iya dah. Saya ga komentari dulu ya?

(-) Iya. Tapi ini soal tauhid loh… proses nya aja udah lupa sama Allah, 
     apalagi nanti kalo udah dapat kan? Prosesnya kudu bener.

(+) He he he…

(-) Koq ketawa…?

(+) Ya udah. Saya ngajar dulu.

(-) he he he, iya dah. Silahkan.

Saudara-saudara Peserta Kuliah Umum Kuliah Tauhid, kita kembali lagi ya.

Maaf nih. Saat saya nulis, “kembaran” saya suka nyelonong masuk.

Di awal tadi saya katakan ada jamaah yang bertanya, apakah aib berhutang itu?

Dari sudut kacamata tauhid, terutama dari yang saya pelajari, yang aib itu bukan berhutangnya. Tapi lebih ke soal pikiran dan ikhtiarnya. Ke soal pola nya. Kalo dikit-dikit ngutang, dikit-dikit ngutang, yang diandelin dan digedein adalah hutang melulu, maka ada Tuhan lain tuh buat dia. Yakni: Hutang. Seakan-akan kalo ga ngutang ga akan bisa begini ga bisa begitu. Yang susah ya dia sendiri. ilmunya ga berkembang, potensinya ga bisa berkembang, dan kreatifitasnya bisa jadi kurang hebat dibanding jungkir balik ngembangin bisnis tanpa basis hutang.

(+) Yang punya hutang biasanya juga kreatif-kreatif.

(-) He he he, dia nongol lagi.

(+) Ga tahan.

Iya kalo kreatif. Bagaimana kalo kemudian bukan kreatif yang ada. Malahannya kepojok. Gimana? Jangan ampe ditinggal Allah gara-gara kita ninggalin Allah. Jangan sampai dilupakan Allah, gara-gara kita melupakan Allah. Jangan sampai tidak ditolong Allah, gara-gara kita ga ngelibatin Allah.

Kalo jalannya bener, maka berhutang juga bisa jadi ibadah. Sebelom berhutang ke Allah dulu. Nanya dulu. Minta keputusan Allah. Jangan maen ngutang aja. Minta ridhonya Allah. Minta dukungannya Allah. Minta bantuannya Allah. Umpama kita punya usaha hancur babak belur, Allah akan “bertanggung jawab” cariin jalan rizki lain buat kita. Sebab apa? Sebab duluuuuuu sebelomnya ngutang, kita minta pendampingan Allah.

Ntar nih, dari soal hutang ini bisa ditemplate di urusan lain.

Berobat. Berobat boleh ga? Boleh banget. Wajib malahan sebagai ikhtiar. Tapi kalo maen berobat aja? ga ngelibatin Allah? Apa bagus?

Minim-minim doa lah. Minta sama Allah. Ngomong sama Allah. Sambil memelihara yang wajib, ngidupin yang sunnah. Ngejaga ibadah gitu.

Kerja, usaha, buka toko, nikahin anak, nikah, cerai, minta tolong sama saudara, dan lain sebagainya, semuanya jadi ibadah kalo tauhidnya bagus.

Tauhid yang bagus, iman yang bagus, akan ngasilin amal saleh yang bagus.
Libatin Allah. Sering-sering inget sama Allah. Sebelom dan sesudah, dan bahkan di prosesnya.

***
Saya kasih gambaran ya.

Seseorang mau ngembangin toko. Lalu ada kesempatan dia berhutang. Ya
silahkan saja. Bagus namanya. Ada yang percaya. Kalo dijaga kepercayaan ini, insya Allah akan terus diberi kepercayaan itu. Namun, nanti perilaku kita di kemudian hari juga akan berpengaruh pada perlakuan Allah terhadap kita.
Seseorang yang setelah dibagi hutang, dapat hutangan, lalu dia tidak mengingat Allah, tidak mengingat akan kewajibannya kepada Allah, maka bisa jadi hutang itu kelak akan jadi petaka buat dia. Dan masya Allah nya, andai kemudian saat sebelom berhutang ingat Allah, saat hutang dapat dan dijalankan, ingat Allah, maka insya Allah andaipun usaha hancur lebur, rizki akan ada saja diberi oleh Allah sebagai jalan.

Di Kuliah Tauhid, penuh diajarkan cara berpikir dan berikhtiar yang bertauhid sejak awal sekali. Libatkan Allah, libatkan Allah, libatkan Allah. Cari Allah, cari Allah, cari Allah. Andelin Allah, andelin Allah, andelin Allah.

Entah mengapa di Kuliah Umum ini yang diambil adalah soal hutang. Mungkin karena banyak yang punya hutang kali, he he he. Tapi insya Allah nanti seperti yang sudah dikatakan di awal, akan menjadi pembelajaran untuk
diterapkan di urusan-urusan yang lain. Seperti berobat, bekerja, berusaha, belajar, ngajar, nikah dan menikahkan, bahkan bercerai dan aneka ragam peristiwa dan kegiatan kehidupan.

Berobat misalnya. Apakah orang yang bertauhid bagus lalu menjadikan dia tidak berusaha, tidak berikhtiar berobat? Ketika punya penyakit? Itu namanya
konyol. Bahwa di kemudian hari ada yang menggunakan shalat malam sebagai terapi, sholawat sebagai terapi, istighfar sebagai terapi, sedekah sebagai terapi, baca Qur’an sebagai terapi, itu adalah bahagian dari ikhtiar pengobatan. Tapi tidak dimaksudkan sebagai pasrah yang berarti diam. Sebab tauhid yang bagus juga memiliki arti dan makna: Bergerak menuju Allah.

Bahkan ketika berobatnya adalah berobat ke dokter dan ke rumah sakit atau klinik, bisa koq ia dikatakan sebagai tauhid yang bagus dan menjadikan
pengobatannya itu adalah ibadah.

Bagaimana caranya?

Pola nya sama dengan penjelasan bab hutang ini.

Ke Allah aja dulu. Minta ampun sama Allah. Barangkali sebab kelalaian tidak menjaga diri; baik menjaga kesehatan secara fisik maupun tidak menjaga diri dari maksiat dan dosa. Kemudian minta petunjuk dari Allah. Kira-kira ke mana harus berobat. Minta petunjuk lewat shalat-shalat, lewat doa-doa. Hitungan
1-2-3, jalan dah berobat. Petunjuk itu akan datang.

Apa maksudnya 1-2-3?

Sama nanti dengan penjelasan hutang. Jangan maen berobat saja. jangan
maen jalan saja. kalem aja dulu. Ke Allah aja dulu. Supaya ga ngabisin energi. Supaya ga ngabisin duit juga, he he he. Tepat. Efektif. Mujarab langkahnya. Sebab dibimbing oleh Allah.

Siapa tahu Allah berkenan memberikan Bimbingan-Nya. Akan ada saja jalannya. Ada orang lah datang. Lalu bicara-bicara tentang penyakit, hingga
sampai ke penyakit kita atau keluarga kita. Atau ada yang lebih spektakuler dari itu; Allah mengirimkan malaikat-Nya untuk mengoperasinya!

Bisa aja koq kejadian kayak begini. Kun fayakuun Allah banyak kejadiannya.

Sepasang suami istri yang baru menikah, dikarunia rizki dari Allah. Istrinya hamil. Namun ada masalah di kehamilannya, dan di diri sang istri. Hingga keduanya harus memilih nyawa siapa yang dipertahankan. Status kehamilannya menurut dokter, menurut paramedis, tidak bisa dipertahankan. Bakal membahagiakan sang ibu. Atau setidaknya bagi si bayi sendiri bakal bahaya. Kalaupun lahir, umurnya ga panjang.

Alih-alih menggugurkan, sepasang pasangan muda ini malah ngeringsek ke Allah. Merapat ke Allah. Minta petunjuk.

Ini dia nih cara tauhid yang Yusuf Mansur “pasarkan”. Ke Allah dulu daaaah… Jangan ambil pertimbangan sendiri. jangan maen jalan sendiri. Libatkan bukan saja Yang Maha Tahu, tapi juga DIA Teramat Kuasa.

Sekian waktu minta petunjuk, desakan mengambil keputusan begitu kuat.

Naluri seorang ibu mengatakan, biarlah ia yang mengalah. Kalau harus mati,
biarlah ia yang mati.

Wuah, sedih dah ceritanya.

Nulis ini aja merinding dan mau nangis.

Hebat sekali memang seorang ibu itu.

Tapi jika boleh memilih, dan itu lah permintaannya, jangan ada yang kalah. Dua-duanya mudah-mudahan sehat dengan izin-Nya, dan panjang umur.

Dua-duanya suami istri ini memutuskan untuk melanjutkan kehamilan istri hingga persalinannya. Doa-doa suami saat bangun malam, saat dhuha, saat shalat fardhu, memperkuat sang istri.

Luar biasa. kalaupun istri ini nyampe umurnya, syahid berganda-ganda dia ini. Juga suaminya, umpama pun umur si suami nyampe, ibadahnya sedang bagus-bagusnya.

Yah, saudara semua, kadang kita ini payah. Kalau ga ada momen, kita ga deket sama Allah. Ibadah ga getol, ga kuat, ga sabar, ga banyak. Beda kalo lagi ada sesuatu.

Tiba masanya lahir, sang ibu selamat. Ternyata tidak ada kejadian apa-apa seperti yang dikuatirkan.

Tapi si bayi ini ada masalah. Kesehatannya menurun. Hingga kemudian dokter menyuruh suami istri ini bersyukur, udah sempat melihat bayinya, andaipun bayi ini harus lebih cepat menghadap Allah.

Sepanjang itu, sepanjang dari diketahui hamil, hingga saat itu, suami istri ini tiada henti berdoa, munajat, zikir, kepada Allah.

Sampelah suatu malam. “Dipastikan secara medis” bayi ini bakal game. Engkongnya bayi ini udah langsung nyiapin kuburan bagi ni bayi. Supaya bisa langsung dikubur begitu “selesai” di rumah sakit.

Malam itu dikisahkan suami istri ini munajat pol-polan. Dia berdua tutup pintu
rumah rapat-rapat dan munajat kepada Allah.

Ya, suami istri ini udah di rumah. Bayi nya masih di rumah sakit.

Munajatnya malam itu agak berbeda. Munajat syukur.

Mereka mencoba berdamai dengan kenyataan. Mereka malam itu memilih meminta sama Allah hati yang bersyukur. Betul kata orang-orang, dia sudah
pernah merasakan menjadi ibu. Udah sempat hamil. Dan bahkan sudah melihat bayinya. Sudah memeluk, mencium, menggendong.

Subhaanallah. Betul. Ibu ini hebat udah memilih bersyukur. Banyak perempuan yang engga/belom dikasih kesempatan merasakan bagaimana hamil itu. Dan sebagiannya lagi ga pernah lihat bayinya, entah itu keguguran, atau meninggal saat lahir.

Kakak saya sendiri, Kaka Misan/Sepupu, pernah sedih agak panjang, sebab anaknya ga sempat dia lihat. Anaknya meninggal di dalam kandungan. Keluarga beliau, entah bagaimana, mengambil keputusan, jangan sampe kakak misan saya ini sempat melihat anaknya. Takutnya makin sedih katanya. Jadi begitu lahir, langsung dikubur. Subhaanallah.

Boleh saja kita-kita bilang keputusan keluarga ini salah. Keluarga ini keluarga hebat. Mereka bahu membahu mendoakan. Di kemudian hari Allah ganti dua anak untuk kakak misan saya untuk jangka waktu yang ga seberapa lama. Langsung isi lagi perutnya.

Nah, si ibu muda ini sempat melihat, sempet menggendong, sempet mendekap, sempet mencium. Fabi-ayyi aalaa-I robbikumaa tukadzdibaan; kalau dipikir-pikir, pasti lebih banyak ni’mat ketimbang persoalan hidup.

Malam itu mereka berdua munajat syukur, pol-polan.

Dini hari, jelang shubuh, saat orang-orang saleh menegakkan shalat malam, berzikir, bertasbih, berdoa, ibu ini datang ke rumah sakit. Membawa susu perasan yang udah dikebotolin. Ibu ini memaksa suster-suster untuk memberikan susu ini ke bayinya saat itu juga. Dan ditungguin! Setelah dipastikan bayinya ini meminum, ibu ini pulang.

Esoknya terjadi kegemparan. Sebab si ibu tidak merasa memberikan bayi buat susunya?

Pertanyaannya, siapa yang datang kalo begitu?

Yang datang adalah malaikat Allah.

Susunya?

Susu dari surga.

Sejak saat itu bayi tersebut cenderung membaik, dan malahan bisa dibawa pulang.

Kuburan yang sudah dipersiapkan, ditutup kembali.

Masya Allah.
La koq bisa? Bisa. Sebab si ibu dan si ayah, mengundang Kuasa Allah. Walaupun tidak harus happy-ending di saat itu juga (bisa jadi skenario Allah harus mati itu anak), Allah tentu saja akan memberikan Keputusan Terbaik-Nya.

Kalau dilihat perjalanan meminta pertolongan Allah, si ayah dan si ibu ini tidak telat. Dari awal udah digeber menuju Allah. Dibawa menuju Allah. Allah kemudian tambah mendatanginya.

Kisah ini sebagaimana dikisahkan Ustadz Abdul Aziz Daarul Qur’an dari cerita konselingannya.

Lah terus kita gimana?

Kadang-kadang kita bawa segunung persoalan hidup kita, setelah
mentoknya.

Bagus sih. Tapi bukankah lebih bagus kalau kita bawa persoalan hidup kita sebelom lagi kita beroleh persoalan? Alias, punya masalah dan ga punya masalah, ya dekat terus sama Allah. (bersambung)



Saya mengajak Anda untuk mendukung pembibitan Penghafal Al-Qur’an yang digagas oleh Ustadz Yusuf Mansur  dan Pesantren Darul Quran.

Silahkan sampaikan donasi nya di rekening Sbb :
Atas nama Yayasan Darul Quran Nusantara
 
Bank Syariah Mandiri         : A/C. 074 006 5000
BCA                                        : A/C. 603 030 8041
Bank Muamalat                   : A/C. 303 003 3615
Bank Mandiri                        : A/C. 128 000 509 2975
Bank Bukopin Syariah        : A/C. 880 0420 017
Bank Mega Syariah            : A/C. 100 000 6822
Bank BNI Syariah                : A/C. 1699 1699 6
Bank DKI Syariah                : A/C. 701 700 9003
Bank Permata Syariah       : A/C. 97 1010 606
Bank Danamon Syariah     : A/C. 731 34 769
BRI                                         : A/C. 0523 01 0000 34 30 4

Konfirmasikan sedekah Anda melalui sms ke : 081519002828. Untuk konfirmasi sedekah Anda, ketik : Konfirmasi/Nama/Via Bank/Nominal Sedekah/Tanggal Transfer/Nomor Resi/Keterangan Donasi (infak/sedekah/wakaf). Hajat. Lalu kirinkan ke alamat HP tersebut di atas.
 
Semoga para donator dilipatgandakan pahalanya dan disegerakan dengan rizki berlimpah berkah penuh kebaikan. Amin.



Tulisan ini saya kutip dari :
Tulisan ini ditulis oleh Ustadz Yusuf Mansur
Dan disusun ulang oleh : htttp://souldiaryofislam.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar